Beberapa bandara di Indonesia sebenarnya terletak bukan di daerah yang tertera pada tiket tujuan. CGK alias Soekarno-Hatta Airport tidak berada di Jakarta. Itu hanyalah nama populer karena berdekatan dengan wilayah Cengkareng, Jakarta Barat, meski secara geografis ada di Kecamatan Benda, Kota Tangerang.
Bandara SUB tidak benar-benar di Surabaya, tapi Sidoarjo. Bandara Internasional Minangkabau tepatnya ada di Kabupaten Padang Pariaman, masih sekitar 20-an kilometer ke Ibu Kota Sumatera Barat. Kode tiga hurufnya PDG alias Padang. Adapun Bandara Supadio alias PNK tidak juga ada di Pontianak, tapi Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat. Juga UPG alias Bandara Sultan Hasanuddin yang ternyata di Kabupaten Maros. Masih ada beberapa contoh lain.
Pun demikian saat kemarin bermuhibah ke Tapanuli. Katanya tiketnya ke Sibolga, mendarat di Bandara FLZ alias Ferdinand Lumbantobing, pahlawan nasional asal Sumatera Utara yang pernah menjabat Gubsu, Menteri Penerangan dan Menteri Kesehatan. Nyatanya, di Terminal Tiga CGK tertulis tujuan penerbangan GA 262 ke Pinangsori. Wah, mana ini yang bener?
Saat mendarat barulah misteri itu terjawab. Bandara FLZ berada di Pinangsori, Kabupaten Tapanuli Tengah, sementara Sibolga merupakan kota tersendiri, yang menjadi penanda sebagai spot teramai di Bumi Tapanuli.
Lima hari di Tapanuli Tengah dan Selatan, terbuka benar pandangan bahwa regio di selatan Sumatera Utara ini begitu indah, megah dan penuh berkah. Ada tambang emas, air terjun tingkat tiga, PLTA, dan juga sumber panas bumi. Ada pula lokasi wisata yang dijuluki ‘Swiss-nya Sumatera’ yakni Aek Sabaon Sibio-bio. Terletak di dataran tinggi Angkola Timur, terhampar di antara perbukitan Lubuk Raya dan gunung berapi Sibualbuali, Aek Sabaon menjadi kebangaan baru warga Kabupaten Tapanuli Selatan, Kota Padang Sidempuan, dan sekitarnya.
Diberkatilah bumi Tapanuli, diberkahilah Sumatera Utara nan permai.
Martabe, Marsipature Hutana Be, Mari Bangun Kampung Kita!