We Are the Champions, My Friends … and We’ll Keep on Fighting till the End…

Pasca kemenangan dramatis Atleti atas CA Osasuna melalui gol mantan penyerang Liverpool akhir pekan lalu, sebuah media online memasang titel berita dari pernyataan sang hero saat konferensi pers, Luis Suarez: Saya Tidak Menduga Akan Menderita di Atletico Madrid.

Penyerang asal Uruguay itu, bergabung dengan Atletico dari Barcelona pada musim panas silam, mengatakan kepada wartawan tentang kemenangan yang mengantarkan timnya melakoni satu laga tersisa sebagai ‘final’ perebutan gelar juara La Liga. Bersaing dengan Real Madrid dengan keunggulan margin dua poin.

“Saya tidak berpikir kami akan menderita hingga akhir untuk melakukan itu karena kami merupakan salah satu yang terbaik musim ini. Kami harus terbiasa menderita untuk memenangkan La Liga dan itulah yang terjadi,” kata ayah sepasang anak ini.

Suarez ‘menderita’ di laga terakhir demi sebuah pesta juara di klub baru, berharap sebagai gelar La Liga kelima bagi dirinya. Namun, Liverpool, eks klub yang ditinggalkannya tujuh tahun lalu, lebih menderita karena berdebar-debar menuju empat besar sampai penutupan kompetisi 23 Mei nanti. Sebuah kisah ironi jika dibandingkan musim lalu. The Reds mencatat rekor sebagai tim juara dengan tujuh pertandingan tersisa. Meraih 99 poin dengan 32 kemenangan.

Karenanya, laga melawan Burnley tak boleh dianggap sepele. Setelah mendapat kepercayaan diri luar biasa dari dua kemenangan tandang atas Manchester United dan gol emas Alisson di laga West Bram, hattrick 9 poin di rumah orang harus diwujudkan di Turf Moor. Apalagi, tujuh dari sembilan laga tandang terakhir Liverpool selalu berbuah sukses.

Sisi kuatnya, Burnley lagi tidak bagus-bagusnya. Benar, anak-anak Sean Dyche menyikat Liverpool 0-1 di Anfield Januari lalu. Tapi, The Clarets sedang krisis konfiden setelah dipermalukan Leeds 0-4, menjadikan rekor klub sembilan pertandingan liga tanpa kemenangan di stadion sendiri. Catatan buruk. Sebelumnya mereka melakukan home run tanpa kemenangan lebih lama saat berada di divisi ketiga antara Maret hingga September 1984.

Untungnya, berada di posisi ke-17 di atas Fulham, West Brom dan Sheffield United tak lagi membuat Ben Mee dkk berpikir jatuh ke jurang relegasi. Eh, masih ada aturan degradasi di Liga Primer kan musim ini?

Sisi waspadanya, Liverpool kerap tersandung melawan tim-tim yang sebenarnya tak layak dihitung. Menjadi tantangan juga, karena laga kendang terakhir Burnley musim ini boleh disaksikan 3.500 penonton, dari total kapasitas 21.944 tempat duduk Turf Moor, menyusul makin luasnya sebaran vaksinasi di Inggris.

Syukurlah, semua baik-baik saja akhirnya. Setelah Sadio Mane dan Roberto Firmino, yang ban kaptennya diserahkan pada Gini Wijnaldum di match kali ini, membuang beberapa peluang, akhirnya gawang Will Norris jebol juga. Penampilan perdana Norris di Liga Primer, menggantikan sang kiper jagoan, Nick Pope yang lagi cedera lutut. Boby Firmino memecah kebuntuan hasil tik-tak dengan Mane dan Robbo.

Kran gol mengalir dua kali lagi di babak kedua.

“It’s the first ever goal in his Liverpool carreer,” teriak komentator saat Nathaniel Phillips menggunakan kepalanya di gol kedua. Menjadikan dia pemain kedelapan Liverpool di musim ini yang mencetak gol dengan heading.

Sebelum gol Ali ke gawang West Brom, Opta mencatat 151 tendangan pojok terakhir Liverpool tak berbuah gol. Kali ini, Phillips kembali mengonversi gol dari sepak sudut. Meski ga langsung, sih. Dari corner Robbo di sisi kanan Norris, diusir bek Burnley ke luar kotak, dan dari situlah Mane merebut bola memberi assist dengan umpan manja ke arah gawang lawan. Phillips memenangkan duel udara dengan Ben Mee dan membuat catatan golnya di Liga Primer jauh lebih banyak daripada Leo Messi, Erling Haaland maupun Robert Lewandowski.

‘Big Nat’ pantas jadi pemain terbaik. Tak hanya gol perdananya, tapi juga aksi brilian lain, 16 menit berselang. Menyapu peluang emas dari kapten Burnley Ben Mee, tepat di garis gawang Alisson. Clear off the line.

Pelengkap gol Liverpool dibukukan Ox Chamberlain, tujuh menit setelah masuk sebagai pengganti Firmino. Gol pertama Ox bagi Liverpool setelah hampir setahun. Ia melakukannya terakhir pada 22 Juli 2020, persis pada game ke-37 juga musim lalu, saat sang juara membantai Chelsea 5-3 di Anfield.

Menambah tiga poin, Liverpool naik peringkat keempat. Susah payah kembali ke jalur UCL, setelah memimpin klasemen pada Tahun Baru 2021 dan terjerembab di posisi ketujuh pada Maret setelah enam kalah beruntun di Anfield.

Masih ada satu lagi sisa melawan Crystal Palace di Anfield, dengan semua kemungkinan bisa terjadi. Dua tiket tersisa menuju jatah Liga Champions musim depan dengan satu laga terakhir yang dimainkan serentak Ahad nanti, diperebutkan tiga tim: Chelsea (67 poin), serta Liverpool dan Leicester (sama-sama 66 poin).

Kencangkan sabuk pengaman. Seperti teriakan Freddie Mercury: juara bertarung sampai semua benar-benar berakhir!

Leave a Reply

Your email address will not be published.