Pelaksanaan Program Kartu Prakerja telah menjalani audit, reviu dan evaluasi oleh Inspektorat Jenderal Kemenko Perekonomian, Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) serta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Hal penting itu disampaikan Direktur Hukum, Umum dan Keuangan Manajemen Pelaksana Program Kartu Prakerja Sidiq Juniarso saat menjadi narasumber kegiatan seri diskusi ‘Bicara Prakerja’ bertopik ‘Good Governance Program Kartu Prakerja’ di Universitas Negeri Sebelas Maret (UNS), Surakarta, akhir pekan ini.
Menurut Sidiq, setiap auditor memiliki ruang lingkup masing-masing dalam menjalankan fungsi pemeriksaannya. Ruang lingkup Inspektorat Jenderal Kementerian Perekonomian misalnya, ada pada monitoring proses pengadaan barang dan jasa, baik tenaga ahli dan badan usaha serta output dari masing-masing penyedia jasa tersebut.
Sementara itu, Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan memiliki ruang lingkup monitoring anggaran dan realisasi penyaluran dana Kartu Prakerja secara berkala, dan reviu atas laporan penggunaan dana Kartu Prakerja.
Dua lembaga lain yakni BPKP melakukan pemeriksaan ruang lingkup dalam aspek pemeriksaan kinerja dan juga verifikasi atas realisasi pembayaran biaya pelatihan Peserta Kartu Prakerja, sementara BPK melakukan pemeriksaan dengan ruang lingkup pertanggung jawaban pengelolaan keuangan negara dan Laporan Keuangan Manajemen Pelaksana Program Kartu Prakerja.
“Bagaimana dengan KPK? Surat Deputi Bidang Pencegahan dan Monitoring KPK Nomor B/1471/LIT.05/10-15/03/2021 hal Pemberitahuan Penyelesaian Implementasi Rencana Aksi Kajian Tata Kelola Program Kartu Prakerja, telah menyampaikan bahwa berdasarkan rapat kemajuan implementasi rencana aksi tanggal 21 Desember 2020 dan hasil verifikasi terhadap seluruh dokumen pendukung yang telah disampaikan oleh Manajemen Pelaksana Program Kartu Prakerja pada 29 Desember 2020, KPK menilai bahwa seluruh saran perbaikan KPK yang telah disepakati telah diimplementasikan,” jelas Sidiq.
Pada sesi diskusi ini, Sidiq Juniarso tampil satu forum dengan Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Negeri Sebelas Maret Prof. Dr. Adi Sulistiyono, Asisten Deputi Peningkatan Produktivitas Tenaga Kerja Kemenko Perekonomian Yulius serta Ekonom Senior CORE Piter Abdullah.
Sidiq menguraikan, pada setiap gelombang pendaftaran yang memberi kesempatan pada 600 ribu penerima manfaat, maka saat itu juga ada 600 ribu akun rekening virtual baru tersedia untuk peserta baru Kartu Prakerja.
“Berbeda dengan program pelatihan lain, Program Kartu Prakerja memiliki skema berbeda, karena dana dari APBN untuk penerima manfaat langsung masuk ke rekening peserta,” kata Sidiq.
Asisten Deputi Peningkatan Produktivitas Tenaga Kerja Kemenko Perekonomian Yulius menekankan bahwa sesuai Perpres No. 36/2020, penyaluran anggaran Kartu Prakerja tidak termasuk dalam Pengaturan Pengadaan Barang dan Jasa.
“Sesuai Pasal 31a Perpres Program Kartu Prakerja, diatur bahwa pemberian dan pelaksanaan manfaat pelatihan dan insentif Kartu Prakerja dan pemilihan Platform Digital dan Lembaga Pelatihan tidak termasuk lingkup pengaturan pengadaan barang/jasa pemerintah, namun pada pelaksanaannya tetap harus memperhatikan tujuan, prinsip, dan etika pengadaan barang/jasa pemerintah seperti unsur-unsur kompetitif. Jadi tidak serampangan dan ada aturan yang harus diikuti,” urai Yulius.
Sementara itu, Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Piter Abdullah menggarisbawahi keunggulan Program Kartu Prakerja yang sejak awal didesain dengan pemanfaatan teknologi digital.
“Bayangkan, dengan jumlah pendaftar mencapai puluhan juta orang tapi kuota penerima hanya 8 juta, tapi Manajemen Pelaksana Program Kartu Prakerja bisa melakukannya dengan smooth, tanpa kegaduhan, dan memenuhi prinsip tata kelola yang baik,” katanya.
Ekonom senior yang lebih 20 tahun meretas karir sebagai salah seorang ahli bidang moneter dan perbankan Bank Indonesia ini menekankan bahwa tanpa pemanfaatan teknologi digital, Program Kartu Prakerja tak bisa memberikan akses yang sama dan adil kepada semua lapisan masyarakat di Indonesia.
“Beberapa indikator tata kelola yang baik seperti transparan, akuntabilas, independen, dan bisa dipertanggungjawabkan sudah clear dipenuhi oleh Kartu Prakerja. Termasuk saat adanya uang sisa pelatihan yang tak bisa dicairkan oleh peserta. Ini hanya bisa terjadi karena pendekatan penggunaan teknologi digital,” pungkasnya.
Dalam kesempatan yang sama, Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Negeri Sebelas Maret Adi Sulistiyono mengapresiasi langkah pemerintah merealisasikan janji politik Presiden Jokowi yang disampaikan pada masa kampanye Pilpres 24 Februari 2019.
“Ternyata janji mengeluarkan Kartu Prakerja yang awalnya disambut dengan pesimisme bisa diwujudkan dengan baik oleh Kemenko Perekonomian. Ini gagasan dan terobosan luar biasa menyambut Revolusi Industri 4.0,” kata Ketua Senat UNS dan Arbiter Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) itu.
Video selengkapnya dapat disimak di