Kelapa Hijau, Tes Usap dan Rosario dalam Galau

Hari kedua bersama Covid-19

Jumat, 9 Juli 2021. Saya masih setengah tak percaya dengan Rapid Antigen semalam. Dinyatakan positif Covid-19.

Asal tahu saja, sepanjang pagebluk ini datang pada 2020, saya melakukan 17 kali tes. Mulai dari Rapid Antibodi ditusuk jarum sampai berdarah, Rapid Antigen, hingga Swab PCR. Dari antre di Kementerian Komunikasi dan Informatika kerjasama dengan Halodoc pada bulan Maret, inisiatif bersama keluarga di Bandara Yogya dan Halim, serta yang paling banyak dibiayai kantor melalui rumah sakit rekanan: RS Pertamina Jaya saat itu. Bayangkan, 17 kali tes, negatif semua.

Masuk ke 2021 hingga bulan Juni, saya mengalami colokan tes sebanyak sebelas kali. Pada tahun ini, tes antibodi dengan sampel darah dari tangan yang ditusuk jarum tak lagi berlaku. Sebelas tes Rapid Antigen maupun Tes Usap PCR semuanya negatif.

Baru pada tes ke-12 melalui Rapid Antigen 8 Juli kemarin itulah saya didakwa positif. How come? Ya wislah, ojo dipikir. Diterima saja. Jangan denial terus.

Karena ada anggapan Rapid Antigen kurang akurat, Jumat siang saya mempertegas dengan Swab PCR. Siang itu saya berjalan kaki dari rumah ke klinik, sekitar 250 meter. Menjalani Tes Usap PCR, anggaplah naik level dari Antigen sehari sebelumnya. Kalau kemarin biayanya Rp 165 ribu, sekarang jadi Rp 750 ribu.

“Tapi ya, kalau hasil Tes Antigen positif, Swab PCR nya belum tentu negatif, sih, Pak,” kata Mbak Tenaga Kesehatan di klinik itu dalam jawaban bersayap nan cukup membingungkan. Simpelnya, jika Rapid Antigen positif, susah berharap akan jadi negatif pada Tes Usap PCR.

Tes berlangsung lancar, tapi hasilnya baru akan diketahui esok, Sabtu, 10 Juli 2021. Yang pasti, saya tak merasa ada masalah dalam kesehatan pasca 8 Juli hasil Tes Antigen menyatakan positif. Mencoba menghela nafas, apakah nafas saya terasa pendek-pendek? Rasanya kok malah sugesti ya, takut yang berlebihan.

Sebelum Tes Usap, saya masih mengikuti rapat virtual kantor dengan lancar. Begitupula pulang dari klinik. Sempat mampir beli ‘kelapa ijo obat’, di gerbang masuk perumahan tempat tinggal.

“Lagi mahal, nih, Pak.. Dua puluh lima ribu per batoknya,” kata mas penjual kelapa hijau itu. Dalam kondisi normal, harga jenis kelapa muda yang diyakini bisa menjadi obat berbagai penyakit ini berkisar antara Rp 12-15 ribu.

Well, menunggu adalah waktu menjemukan. Membuat galau. Apalagi berita-berita duka terkait penyakit ini terus menghiasi layar gadget. Hari ini, Max Boboy, seorang tokoh sepak bola nasional, berpulang karena Covid-19. Juga ada kerabat di Jombang, Jawa Timur, serta ibu seorang kawan di Grup Whats App Penggemar Liverpool.

Secara nasional, 9 Juli 2021 merupakan penerapan PPKM Darurat Hari ke-7, dengan penambahan kasus positif 38.124 orang, dan korban meninggal 871 jiwa.

Hari kedua setelah terpapar, saya diisolasi di lantai dua rumah. Tak boleh turun ke bawah. Selain ke klinik untuk Tes Usap tadi. Dalam karantina ini, makanan dan pakaian diantar ke tangga, oleh isteri dan anak yang memakai sarung tangan. Ampuuuuuun, ketuaaaa….

Hari ini juga kedatangan teman baru. Namanya Oximeter Finger Pulse Sonosat-F04T, sebuah balok ajaib untuk mengecek saturasi oksigen dan denyut nadi. Tak ada masalah sih. Parameter saturasi saya masih berkisar 98-99 dari batas normal harus di atas 95, dengan detak jantung atau nadi yang kadang di atas 100. Mungkin karena pengaruh cemas itu ya. Dalam kondisi begini, lagu penyembahan rohani dan mendengarkan kotbah  sangat pas untuk menaikkan imun.

Selain obat dari Dokter Miftah, suplemen pun distok dengan Vitamin C Enervon Active 500 gram, Vitamin E Nutracare 400IU, dan Optima Multivitamin Complex. Sebelumnya, vitamin D sudah jadi santapan biasa selepas makan. Hanya saja, kini dosisnya ditambah, dari Ultra D3 400 IU dalam strip diganti Vitamin D 5000IU dalam botol.

Eh masih ada lagi lho obat lain. Di saat obat-obatan mulai langka, ada saja orang baik mengirimkan ke rumah, kala tahu saya terpapar. Maka datanglah obat anti bakteri Azithromycin dan antivirus Favipiravir.  Kabarnya ada yang mengirimkannya buat saya khusus dari Cileungsi, Bogor. Terima kasih untuk orang-orang baik ini. Berkah untuk saudara-saudari semua.

Menutup hari nan galau ini, pukul 9 malam kami berempat berdoa rosario bersama. Tentu saja terpisah. Tiga orang di lantai bawah, dan saya tersambung dengan video conference dari lantai atas.

“Ya Yesus yang baik, ampunilah dosa-dosa kami.
Selamatkanlah kami dari api neraka,
dan hantarlah jiwa-jiwa ke surga,
terlebih jiwa-jiwa yang sangat membutuhkan kerahiman-Mu…”

Sebelum bobok dalam risau, saya pun terus mengimani ayat demi ayat dari Mazmur 91.

Mazmur 91:3

Sungguh, Dialah yang akan melepaskan engkau dari jerat penangkap burung,

dari penyakit sampar yang busuk.

 

Leave a Reply

Your email address will not be published.