Jokowi Bukan John Wick

Seorang politisi dari partai oposisi mengunggah cuitan di twitternya. Posting itu tak sekadar untaian kata, tapi sebuah karikatur. Lukisan wajah Presiden Jokowi sedang tersenyum, bertindik berbagai kebijakan yang pernah diambil, dan disandingkan dengan lirik lagu Indonesia Raya. Seperti mengontraskan lagu kebangsaan Indonesia Raya dengan kebijakan Presiden Jokowi.

Publik menganggap, tidak selayaknya seorang kepala negara diperlakukan seperti itu. Hujatan dan cercaan pun memenuhi kolom komentar dari akun politisi tersebut sampai kemudian twitternya tak lagi bisa dibuka. Si politisi sendiri mengaku, gambar itu bukan karyanya, tapi disebarkan ulang karena merasa tersinggung akibat ulah warganet lebih dulu menghina patron panutannya. Ia tak gentar. Malah nantang minta ditangkap.

Sementara itu, sebuah organisasi gerakan kemahasiswaan Kristiani meluncurkan video berjudul ‘PPKM: End Game’. Isinya, bagaimana anak-anak muda di pusat gerakan di Jakarta ini melakukan aksi sosial untuk menolong rakyat kecil yang terdampak kesulitan ekonomi imbas Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat.

Di sela-sela berbagi makanan dan masker, mereka mewawancarai pedagang sate, sopir bajaj, dan sopir ojek online, menanyakan pendapat terkait kondisi masyarakat bawah dihimpit kesusahan. Sebuah upaya yang baik, meski judul videonya nyaris mirip dengan rencana aksi unjuk rasa ‘Jokowi: Endgame’. Makin terasa satir karena diiringi musik latar Kulihat ibu pertiwi, sedang bersusah hati air matanya berlinang, emas intannya terkenang…”

Di balik kesukaran masa pandemi dan segala pembatasan mobilitas, ada satu kemewahan didapat: bisa banyak nonton film selagi diam di rumah. Pada masa-masa ini, saya menyaksikan berbagai film action, macam Bruce Willis dengan serial Die Hardnya, Liam Neeson dengan series Taken, juga Vin Diesel dan Jason Statham dengan rangkaian Fast and Furiousnya.

Di antara film-film aksi itu, menarik mencermati Keanu Reeves yang menjadi tokoh utama dalam sekuel ‘John Wick’. Film ‘John Wick’ merupakan waralaba film laga yang pertama dirilis pada 2014 dan bercerita tentang pembunuh bayaran bernama John Wick. Film pertama sukses kemudian berlanjut pada John Wick: Chapter 2 (2017) dan John Wick: Parabellum (2019), lalu John Wick 4 yang dijadwalkan rilis pada 27 Mei 2022.

Film bergenre thriller ini menonjolkan peran John Wick yang menjadi orang sangat berbahaya bila kehidupannya diusik. Sudah isterinya meninggal, mobil serta anjing kesayangan dicuri pula. Ia pun bangkit dari duka, dan menghabisi para mafia yang telah menyakitinya.

Pertarungan satu lawan satu, juga satu lawan belasan orang sekaligus, selalu dimenangkan. Tangan kosong, berbekal belati, maupun dengan berbagai tipe senjata api. John Wick selalu menang, meski diiringi luka tembak serta cedera fisik di sana-sini. Musuh utamanya mengakui, John Wick adalah orang yang sangat fokus dan berkomitmen dalam menjalankan misinya.

“Everything’s got a price.” Itulah salah satu kutipan terkenal dari mulut Keanu Reeves aka John Wick. Segala sesuatu ada harganya. Tak lama setelah mengucapkan kalimat ini, John Wick menuntaskan dendam dengan menghabisi Iosef Tarasov, musuh besarnya, dedengkot mafia Rusia di New York yang membuat John Wick marah membabi buta.

Jokowi memang bukan John Wick. Dalam kondisi lebih 1,5 tahun Indonesia bertarung melawan Covid-19, tak semua orang mendukung langkahnya sebagai panglima utama dalam peperangan ini. Banyak yang menyindir, meledek, dan menganggap salah apa saja keputusannya.

Penggalan video Presiden Jokowi memimpin rapat kabinet penanggulangan Covid-19, misalnya. Di video itu, Jokowi bertanya, apakah PPKM dilanjutkan atau tidak, dan kalau dilanjutkan sampai kapan. Eh, justru jadi cemoohan. Kata si pengkritik, “Presiden kok malah bertanya, padahal ia punya banyak pembisik, dari staf khusus, Kantor Staf Presiden, sampai para menteri…”

Padahal, apa yang dilakukan Jokowi itu adalah wujud sifatnya. ‘Mendengar’ sebelum bertindak. Satu sikap yang konsisten dilakukan Jokowi sejak jadi walikota dan memutuskan memindahkan pedagang kaki lima di Solo. Ia selalu memberi kesempatan orang lain bicara, baru kemudian mengeluarkan keputusan tegas. Sebagaimana saat kepala negara memutuskan Indonesia tidak perlu ‘lockdown’ di awal pandemi lalu.

Banyak yang mencibir dan menganggap seandainya langkah ‘lockdown’ dipilih, mungkin kerusakannya tak akan sebesar ini. Padahal, banyak negara yang serta merta melakukan ‘lockdown’ saat itu, juga tidak lebih baik kondisinya hari-hari ini. Begitupula terpikir, kalau langkah ‘lockdown’ kita ambil kala itu, bukan tak mungkin akan terjadi kerusuhan dan penjarahan massal akibat ketimpangan ekonomi di kala semua akses terkunci.

Perang belum usai, meski tanda-tanda penurunan angka kasus Covid-19 mulai tampak. Jokowi memang bukan John Wick, tapi ia adalah lakon protagonis yang harus mendapat dukungan dari begitu banyak pemeran pembantu. Ia bukan superman, ia orang biasa yang butuh ‘superteam’. Termasuk ‘super prayer team’. Para pendoa yang tak kenal lelah.

Tidak ada juga kepastian 100 persen semua peluru yang ditembakkan pemain utama kita akan tepat sasaran. Ada kalanya kebijakan itu meleset. Kadang juga ia malah terluka tersabet senjata tajam atau terserempet peluru lawan. Tapi, kita tetap harus mendukung sang aktor yang berjuang memenangkan pertarungan demi pertarungan.

Mengapa tak boleh surut memberikan support? Karena kita yakin, ending semua ini akan indah. Kita akan menang, sebagaimana John Wick dengan susah payah membasmi semua lawannya.

“Tiap-tiap orang harus takluk kepada pemerintah yang di atasnya, sebab tidak ada pemerintah, yang tidak berasal dari Allah.” Roma 12:1

*Agustinus ‘Jojo’ Raharjo, jurnalis senior dan praktisi public relations

(Dimuat di Majalah Gaharu. Agustus 2021)

Leave a Reply

Your email address will not be published.