Ke Semarang jangan lupa ke Lawang Sewu, bangunan ikonik yang penuh sejarah dan juga rahasia abadi.
Lawang Sewu terletak di pusat kota Semarang. Persisnya ada di seberang Tugu Muda, landmark kota yang sebanding dengan Jakarta punya Monas dan Surabaya dengan Tugu Pahlawan. Sempat heboh karena pernah jadi lokasi pengambilan gambar ‘Uji Nyali’, sebuah acara reality show bernuansa horor di televisi.
Minggu pagi, 16 Januari 2022 ratusan pengunjung antre. Setelah melewati pemeriksaan vaksinasi lewat Aplikasi Peduli Lindung, calon pengunjung membeli tiket yang harganya sekitar Rp 10 ribuan. Dari situ ada tawaran, “Mau pakai guide, tidak?”
Kami memutuskan menggunakan jasa pemandu wisata. Belakangan tahu biaya jasanya Rp 75 ribu. Worth it lah. Sepanjang perjalanan menyusur bangunan bersejarah itu, Adhi ‘Kombun’ Nugraha terus ngoceh bercerita tentang riwayat bangunan ini.
“Disebut Lawang Sewu karena banyak pintunya. Faktanya ada 425 pintu dan total 928 daun pintu,” ungkapnya.
Ia berkisah, Lawang Sewu merupakan bangunan PT Kereta Api pertama di Indonesia yang berdiri sejak zaman Belanda. Karena itu di dalamnya terdapat asesoris kantor perkeretaapian seperti tempat penggajian, tuas pemindah rel, dan juga foto-foto sejarah dunia sepur di Indonesia.
“Nah, pohon mangga itu ditanam sejak 1918. Lebih tua dari usia Bapak, kan?” kata Kombun kepada Heru Widayat, ayah mertua saya yang berusia 73 tahun.
Lawang Sewu menjadi lokasi ‘Pertempuran 5 Hari Semarang’ pada 14-19 Oktober 1945 kala Belanda mencoba merebut kembali Indonesia yang sudah memproklamirkan kemerdekaan. Pertempuran hebat itu melibatkan pejuang Dr Karyadi, yang kemudian diababadikan sebagai rumah sakit pemerintah di Semarang.
Situs resmi heritage KAI menyebut Lawang Sewu adalah gedung bersejarah milik PT Kereta Api Indonesia (Persero) yang awalnya digunakan sebagai Kantor Pusat perusahaan kereta api swasta Nederlandsch-Indische Spoorweg Maatschappij (NISM). Gedung Lawang Sewu dibangun secara bertahap di atas lahan seluas 18.232 m2. Bangunan utama dimulai pada 27 Februari 1904 dan selesai pada Juli 1907. Sedangkan bangunan tambahan dibangun sekitar tahun 1916 dan selesai tahun 1918.
Bangunannya dirancang oleh Prof. Jakob F. Klinkhamer dan B.J. Ouendag, arsitek dari Amsterdam dengan ciri dominan berupa elemen lengkung dan sederhana. Bangunan di desain menyerupai huruf L serta memiliki jumlah jendela dan pintu yang banyak sebagai sistem sirkulasi udara. Karena jumlah pintunya yang banyak maka masyarakat menamainya dengan Lawang Sewu yang berarti seribu pintu.
“Bagus mana tiang bendera tegak atau miring? Bagus miring karena bendera akan berkibar dengan baik,” kata Kombun. Ia juga menjelaskan mengapa sepeda di gedung itu diparkir menghadap ke atas, agar tidak mudah kempes, tidak memakan space, dan aman.
Selain desain bangunanya yang unik, Lawang Sewu memiliki ornamen kaca patri pabrikan Johannes Lourens Schouten. Kaca patri tersebut bercerita tentang kemakmuran dan keindahan Jawa, kekuasaan Belanda atas Semarang dan Batavia, kota maritim serta kejayaan kereta api. Ragam hias lainnya pada Lawang Sewu antara lain ornamen tembikar pada bidang lengkung di atas balkon, kubah kecil di puncak menara air yang dilapisi tembaga, dan puncak menara dengan hiasan perunggu.
Saat ini Gedung Lawang Sewu dimanfaatkan sebagai museum yang menyajikan beragam koleksi dari masa ke masa perkeretaapian di Indonesia. Koleksi yang dipamerkan antara lain: koleksi Alkmaar, mesin Edmonson, Mesin Hitung, Mesin Tik, Replika Lokomotif Uap, Surat Berharga dan lain-lain. Lawang Sewu menyajikan proses pemugaran gedung Lawang Sewu yang terdiri dari foto, video, dan material restorasi. Mendekati pintu keluar, terdapat perpustakaan berisikan buku-buku tentang kereta api.
Selain menjadi tempat wisata sejarah, Gedung Lawang Sewu juga dapat disewa untuk kegiatan Pameran, Ruang Pertemuan, Pemotretan, Shooting, Pesta Pernikahan, Festival, Bazar, Pentas Seni, Workshop, dll.
Sejarah :
- Sejak bulan Juli 1907 digunakan sebagai Kantor Pusat Administrasi NIS.
- Pada tahun 1942-1945 Lawang Sewu diambil alih oleh Jepang dan digunakan sebagai Kantor Riyuku Sokyoku (Jawatan Transportasi Jepang)
- Tahun 1945 menjadi Kantor Eksploitasi Tengah DKARI (Djawatan Kereta Api Republik Indonesia).
- Tahun 1946 dipergunakan sebagai markas tentara Belanda sehingga kegiatan perkantoran DKARI pindah ke bekas kantor de Zustermaatschappijen.
- Setelah pengakuan kedaulatan RI tahun 1949 digunakan Kodam IV Diponegoro
- Pada tahun 1994 gedung ini diserahkan kembali kepada kereta api (Perumka) yang kemudian statusnya berubah meniadi PT Kereta Api Indonesia (Persero).
- Pada tahun 2009 dilaksanakan restorasi oleh PT Kereta Api Indonesia (Persero)
- 5 Juli 2011 dilakukan peresmian Purna Pugar Cagar Budaya Gedung A Lawang Sewu
Bagaimana dengan cerita terkait horor penjara bawah tanah di Lawang Sewu. Pemandu wisata menyatakan hal itu sebagai hoaks. Meski saat berdiskusi dengan kawan-kawan lain di grup percakapan telpon, beberapa di antaranya pernah ke basement dan berkunjung ke lokasi penjara nan sesak berukuran 1 x 1,5 meter diisi beberapa orang kemudian dialiri air sebagai sarana penyiksaan.
Seorang kawan menarik kesimpulan, “Biarlah hal itu menjadi misteri. Agar Lawang Sewu kemudian tidak lebih dikenal sebagai bangunan mistis daripada sejarahnya.”
So, catat ya, masukkan Lawang Sewu dalam daftar kunjungan wajib jika Anda singgah ke Semarang.