Guru Aini, Satu Lagi dari Andrea Hirata

Buku ini khas cerita Andrea Hirata. Memesona, tak sabar membalik setiap halamannya.

Cukup lama saya tenggelam di Toko Buku Gramedia Pintu Air, Pasar Baru, beberapa waktu lalu. Bingung memilih buku mana yang bisa menemani dalam perjalanan saya empat hari ke Bengkulu, keesokan harinya.

Akhirnya, selain menggamit buku biografi Sri Mulyani Indrawati, mata tertuju pada ‘Guru Aini’, yang disebut sebagai prekuel (kelanjutan cerita dari masa lampau’) atas buku ‘Orang-orang Biasa’. Saya suka Andrea Hirata, seperti dulu menggilai kata demi kata alm. Hilman Hariwijaya dengan Lupusnya. Dua orang ini khas kuat di narasi popular, dengan alur yang terus mengundang orang ingin mereguk lanjutan tiap storinya.

Berkisah tentang seorang guru idealis bernama Desi Istiqomah, tapi ia bangga dipanggil Desi karena mirip istialah ‘desimal’ di Matematika. Mendapat keistimewaan ditempatkan di kota besar Bagan Siapi-api karena prestasinya, Desi juga menukarkan kesempatan itu dengan menuju Ketumbi, Tanjung Hampar. Sebuah daerah fiktif menggamparkan area terpencil. Anggaplah Belitung di masa lalu.

Desi memiliki tekad yang sangat kuat untuk mengabdi pada negara dan turut mencerdaskan anak bangsa. Ia ingin menemukan murid sehebat dirinya. Tekad yang diniatinya dengan tak mau berganti sepatu motif merah putih pemberian ayahnya. Lengkap dengan cara mengikat tali sepatu bak pemain bola sepak.

Dari visi itu, ia berjumpa dengan Debut Awaludin, yang membuatnya kecewa karena mutung. Hingga akhirnya bersua dengan ‘Aini Cita-Cita Dokter’.

“Menggelegar halilintar di siang bolong, Guru Desi! Mendidih air dingin di dalam gelas! Gerangan apa yang terjadi sehingga Guru Desi mengganti sepatu legendaris Guru itu?” kata Kepala Sekolah Abnu Kholidin, BA melihat nazar Guru Desi terpenuhi.

Inilah potret pendidikan Indonesia. Masih banyak saudara kita terpencil di pedalaman. Rindu ilmu, rindu sekolah, tapi jarang dapat guru idealis.

Salut untuk cerita orang-orang hebat yang memilih melayani sebagai pendidik di daerah terpencil. Banyak lho, Desi-Desi masa kini di Papua, pelosok Sumatera, Kalimantan dan bahkan di pinggiran Jawa.

Majulah pendidikan Indonesia!

 

Leave a Reply

Your email address will not be published.