IKN Nusantara: Visi Besar Jokowi

Mengubah Ibu Kota Negara (IKN) bukan hal mudah. Sejak era Presiden pertama Soekarno sudah pernah ada rencana memindahkan ibu kota dari Jakarta. Keputusan diambil dengan cara yang unik.

Pada suatu malam dalam sebuah pertemuan, Soekarno mengambil mangkuk putih di depan peta besar Kalimantan. Kemudian menaruh mangkuk itu ke tengah-tengah peta. Soekarno lalu berkata di hadapan semua orang, ”Itu Ibu Kota RI”, sambil menunjuk satu peta di tepi Sungai Kahayan.

Tata Kota Palangkaraya dirancang dengan memadukan transportasi darat dan sungai serta menjadikan Sungai Kahayan sebagai urat nadi kota. Soekarno juga ingin Kahayan secantik sungai-sungai di Eropa.

Menurut Gubernur Kalimantan Tengah saat itu, Tjilik Riwut, di Indonesia hanya ada dua ibu kota yang memakai ”Raya”, yaitu Jakarta Raya dan Palangka Raya.

Seluruh jalan Palangkaraya dibuat lurus-lurus dan menuju satu bundaran besar di pusat kota. Jalan-jalan ini bisa diperlebar sampai empat belas jalur untuk pendaratan pesawat MIG buatan Uni Soviet untuk bersiap menghadapi serangan dari Inggris.

Proses pembangunan jalan dilakukan dengan mengeruk tanah gambut kemudian dilakukan pengerasan. Namun, proyek jalan baru dibangun 40 km dari rencana awal 174 km berhenti akibat pergolakan politik di Jakarta pada Oktober 1965.

Lain lagi kisah penerusnya. Presiden daripada Soeharto telah merilis sebuah Keputusan Presiden Nomor 1/1997 tertanggal 15 Januari 1997 tentang Koordinasi Pengembangan Kawasan Jonggol sebagai Kota Mandiri.

Jonggol dekat dengan kawasan Jabotabek yang sudah sangat berkembang pada masa Orde Baru. Daerah Jonggol bisa diakses dari Jakarta lewat jalan tol Jakarta-Bogor-Ciawi (Jagorawi). Beberapa perumahan sudah muncul di sekitar Cibubur kala itu.

Pembangunan kawasan seluas 30 hektar titu akan diserahkan kepada pihak swasta, PT Bukit Jonggol Asri, yang terkait dengan Bambang Trihatmodjo, anak ketiga daripada Presiden Soeharto.

Ketika proyek itu mulai berjalan, pada akhir tahun 1997, krisis moneter menjangkiti Indonesia. Gerakan anti Soeharto, yang lalu disebut Gerakan Reformasi, menguat menjelang Mei 1998. Rencana menjadikan Jonggol sebagai kota mandiri dan ibukota negara pun tinggal mimpi.

Kini, upaya menggeser ibu kota negara dari Jakarta menemukan keseriusannya di era presiden ketujuh, Jokowi. Lokasinya sudah ditetapkan: di sebagian Kabupaten Kutai Kartanegara dan sebagian Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur. Undang-undangnya pun sudah disahkan: UU No 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara.

Ada sejumlah alasan yang mendasari pemerintah memindahkan ibu kota dari Jakarta ke Kaltim, mulai dari pemerataan ekonomi hingga populasi.

“Memang butuh keberanian, ada risikonya dari situ, tapi kita tahu kita ingin pemerataan bukan Jawa-sentris, tapi Indonesia-sentris,” kata Jokowi.

Jokowi mengungkap, saat ini, 58 persen produk domestik bruto (PDB) ekonomi atau perputaran uang ada di Pulau Jawa. Padahal, Indonesia memiliki lebih dari 17.000 pulau. Masyarakat berbondong-bondong ingin tinggal di Pulau Jawa, khususnya Jakarta, karena daya tarik ekonominya tinggi.

Harapannya, memindahkan ibu kota negara ke Kalimantan Timur dapat menjadi magnet baru ekonomi, sehingga perputaran uang tidak hanya berpusat di Jakarta atau Pulau Jawa saja.

“Bukan sekadar pindahkan gedung dari Jakarta, bukan itu, visi besarnya bukan di situ. Kalau magnetnya tidak hanya Jakarta, ada Nusantara, magnetnya ada dua bisa ke sana, bisa ke sini. Artinya perputaran ekonomi tidak hanya di Jawa,” kata Jokowi.

Pernyataan Jokowi itu diamini Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Gerakan Angkatan Muda Kristen Indonesia (GAMKI) Willem Wandik saat memimpin Apel Kebangsaan Pemuda Lintas Agama di Titik Nol IKN bertepatan peringatan Hari Kebangkitan Nasional, 20 Mei lalu.

“IKN nusantara adalah simbol pembangunan Indonesia yang lebih berkeadilan karna stigmasisasi pembangunan selama ini cenderung tersentralisasi di Pulau Jawa. Dengan berpindahnya ibukota ke bagian tengah kepulauan Indonesia, diharapkan akan merangsang pertumbah pembangunan yang lebih merata di seluruh Indonesia,” kata anggota Komisi V DPR RI itu.

Sehari kemudian, berbicara pada Perayaan Puncak Dies Natalis ke-60 GAMKI di Balikpapan, Menteri Koordinator Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan membantah rumor bahwa proyek pemindahan ibu kota kesulitan dana.

“Saya sudah bertemu Mohammed Bin Salman, putera mahkota Kerajaan Arab Saudi, yang menyatakan akan berinvestasi sangat besar. Selain itu, Uni Emirat Arab melalui Indonesian Investment Fund juga menyiapkan investasi 20 miliar Dolar AS,” kata Luhut.

Ia menggarisbawahi, ibu kota baru Nusantara diperuntukkan bagi generasi muda yang menikmatinya di masa mendatang. Bentuknya tak akan kalah dengan pembangunan kota modern Neom di Arab Saudi, Dubai di Uni Emirat Arab, serta Shenzhen di Tiongkok.

“IKN will be ‘world-class city for all’. Sudah banyak pihak memberi hormat atas konsep kita membangun ibu kota baru,” kata Luhut.

Ibu Kota baru adalah visi besar pemimpin negara ini dari masa ke masa. Saatnya, kita dukung dan kawal bersama. Kalau Nigeria, Malaysia, Myanmar, Pakistan, Kazakhstan, Brasil, Australia, hingga Amerika Serikat bisa, mengapa kita tidak?

Leave a Reply

Your email address will not be published.