Pancasila, Rumah Kita

Ada yang istimewa dalam peringatan Hari Lahir Pancasila kali ini. Presiden Jokowi memimpin upacara Hari Lahir Pancasila 1 Juni di Lapangan Pancasila, Kota Ende, Kabupaten Ende, Provinsi Nusa Tenggara Timur.

Presiden Jokowi menjadi Presiden Republik Indonesia kedua yang berkunjung ke Kabupaten Ende, setelah Presiden Pertama RI, Soekarno.

Di Ende, Soekarno muda diasingkan selama empat tahun, dari 1934-1938. Adalah sebatang pohon sukun yang berdiri tegak di sebuah taman menghadap pantai jernih yang menjadi monumen sekaligus bukti sejarah amat sangat penting bagi bangsa.

Di bawah pohon sukun itulah Soekarno merenung dan menemukan butir-butir falsafah negara yang sekarang dikenal oleh masyarakat Indonesia sebagai Pancasila.

Kini, lebih dari 80 tahun setelah Soekarno mendapatkan inspirasi Pancasila dari pohon sukun di Ende, kita harus jaga Pancasila sebagai pandangan hidup (way of life) bangsa, sebagai kristalisasi nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat Indonesia.

Sebagai pandangan hidup bangsa, Pancasila selalu dijunjung tinggi oleh setiap warga masyarakat, karena pandangan hidup Pancasila berakar pada budaya dan pandangan hidup masyarakat.

Pancasilalah benteng negara ini. Dengan Pancasila, kita punya sarana atau alat yang sangat ampuh untuk mempersatukan bangsa Indonesia agar tidak terjadi konflik di antara masyarakat Indonesia yang amat majemuk dan multikultural.

Nilai-nilai yang ada di masyarakat sebagai bagian dari kearifan lokal suatu daerah seperti gotong royong harus terus internalisasi sebagai representasi atau implementasi dari nilai-nilai Pancasila Itu sendiri.

Di sinilah saya jadi teringat ungkapan Presiden Jokowi yang kerap diulang dalam berbagai kesempatan. Presiden Jokowi amat bangga menceritakan kekaguman Raja Arab Saudi Salman bin Abdulaziz dan Presiden Afghanistan Ashraf Ghani terhadap keberagaman dan kerukunan masyarakat Indonesia.

“Saat saya bertemu dengan Raja Salman, saya sampaikan bahwa Indonesia ini memiliki 714 suku yang tersebar di 17 ribu pulau di 34 provinsi, di 516 Kabupaten dan kota. Betapa sangat besarnya negara kita. Saya sampaikan kepada beliau, beliau sangat kaget,” kata Jokowi.

Padahal, Arab Saudi hanya memiliki sekitar tiga atau empat suku. Namun, cerita Raja Salman kepada Jokowi, kerukunan antar suku tersebut sulit diwujudkan. Kekaguman Raja Salman, kata Jokowi, lantaran Indonesia masih mampu menjaga keharmonisannya di antara ratusan suku yang ada.

“Kita memiliki 714 suku tapi tetap rukun di bawah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Itu yang membuat beliau kagum. Secara garis besar, negara kita tetap bersatu, semua hidup rukun dalam kehidupan sehari-hari kita,” ujarnya.

Tak hanya Raja Salman, Presiden Afghanistan Ashraf Ghani juga menyampaikan kekagumannya terhadap kerukunan di Indonesia. Sebab, di Afghanistan sendiri masih sering terjadi konflik yang dalam 20 tahun belum juga berakhir. Konflik di Afghanistan disebabkan karena adanya pertikaian sekitar 40 kelompok.

“Beliau juga sama. Kagum, memberikan penghargaan. Meskipun kita beragam tetapi alhamdulillah kita tetap dikaruniai oleh Allah sebuah persatuan dan kesatuan di Negara Kesatuan Republik Indonesia,” kata Jokowi.
Tak ada rumus lain mengapa Indonesia bisa menjaga keharmonisan di tengah pluralisme nan amat luar biasa. Pancasila, itu jawabannya.

Sebagaimana almarhum Franky Sahilatua pernah bernyanyi,

“Pancasila rumah kita
Rumah untuk kita semua
Nilai dasar Indonesia
Rumah kita

Untuk semua puji namanya
Untuk semua cinta sesama
Untuk semua warna menyatu
Untuk semua bersambung rasa
Untuk semua saling membagi
Pada setiap insan, sama dapat sama rasa…”

Mari kita jaga dan amalkan dasar negara yang terbukti menjadi pemersatu negeri.

Salam Pancasila!

Leave a Reply

Your email address will not be published.