Qumran, Cara Israel Merawat Sejarah

Banyak cara mengembangkan sebuah destinasi turisme. Bisa karena kekayaan alam, atau menonjolkan suasana indah ‘medsosable’. Israel mengembangkan sisi wisata sejarah dengan sangat optimal.

“Kita ke Qumran,” kata Jeries Farah, pemandu wisata kami di Israel. Ia seperti memberitahukan arah selanjutnya ke Rauf, driver bus Mercedez Irizar kami.

Sesaat setelah menyelesaikan Via Dolorosa di Kota Tua Yerusalem serta menengok Tembok Ratapan, bus melaju ke arah luar kota. Bahkan ke luar negeri. Ke arah Palestina, dan ke arah pintu masuk kami menuju Israel kemarin. Dari arah Yordania.

Hingga sekitar sejam kemudian kami tiba di lokasi yang disebutnya itu. Qumran. Di tengah padang gurun. Lokasinya seperti museum. Ada tiket masuknya. Saya lupa bayar berapa, karena semua dibereskan Jeries.

Barulah, ketika masuk ruangan remang-remang berpendingin itu, kami jadi tahu sejarah di situ. Setelah browsing, baru tahu tarifnya 21 NIS untuk dewasa dan 9 NIS untuk anak-anak. Satu NIS, New Israeli Shekels, sekitar 4.300 rupiah.

Syahdan, di tahun 1947, suku lokal Bedouins, kadang disebut juga Badui, orang keturunan Arab, yang tinggal di gurun, menemukan tempayan tanah liat berisi tujuh gulungan di sebuah gua sekitar 1,5 km dari Qumran.

“Mereka kaget, karena saat melempar batu ke dalam gua, ternyata bunyi. Tung. Ternyata ada tempayan tua di sana,” kisah Jeries.

Gulungan-gulungan kuno itu dijual ke pedagang barang antik. Setelah berpindah tangan beberapa kali, gulungan-gulungan itu mencapai para sarjana yang dapat secara akurat mengevaluasi usia dan nilai perkamen -manuskrip dari kulit tempat kitab ditulis.

Eksplorasi lebih lanjut menemukan total 972 teks termasuk salinan Perjanjian Lama tertua yang diketahui. Teks-teks tersebut ditulis dalam bahasa Ibrani, Aram, Yunani dan Nabataen. Gulungan itu diyakini milik sekte Essene. Beberapa gulungan menggambarkan penyewa sekte dan kecenderungan khusus mereka pada Yudaisme. Secara keseluruhan ada 12 gua di mana gulungan dan fragmen perkamen ditemukan.

Karena terletak di wilayah Laut Mati sisi Israel, naskah-naskah itu kerap disebut ‘Dead Sea Scroll’. Naskah gulungan Laut Mati.

Gulungan itu sekarang disimpan di Kuil Kitab di Museum Israel di Yerusalem di mana mereka disimpan pada suhu dan kondisi kelembaban yang optimal untuk melestarikannya di masa depan. Gulungan Tembaga yang ditemukan di Gua 3 dipajang di Museum Amman di Yordania.

Kini, situs itu dikelola oleh lembaga Bernama Qumran National Park. Kunjungan ke lokasi dimulai dengan pemutaran film tentang sejarah Qumran. Sayangnya, saat kami datang, teater itu tak berfungsi. Dari aula, pengunjung melanjutkan ke museum kecil yang menggambarkan cara hidup di Qumran. Kunjungan kemudian dilanjutkan di sepanjang jalan menuju lokasi itu sendiri, mengikuti rute saluran air yang menampung air banjir dari Nachal Qumran.

Hebat ya. Barang aslinya ada di museum. Yang di sini hanya replika. Tapi, lokasi penemuannya sendiri jadi obyek wisata khusus. Dilengkapi semacam toko souvenir yang menjajakan pernak-pernik laut mati. Dari kaos, sampai lumpur buat facial wajah kecantikan.

Satu lagi pelajaran untuk ‘mengkomoditaskan’ sejarah. Dalam arti positif.

Leave a Reply

Your email address will not be published.