Saya mendengar kisah ini dari Kelompok Tumbuh Bersama (KTB), sebuah kelas pendalaman Alkitab di masa remaja, puluhan tahun lalu. Puji Tuhan bisa benar-benar ke mari.
Sejak pertama mendarat dari Bandara Internasional Kairo, Atef Nafea pemandu wisata kami sudah menyebut bahwa kami akan berziarah ke Gereja Mujizat alias Gereja Sampah.
Dan, Senin, 3 Juli 2022, pada hari terakhir sebelum kami meninggalkan Mesir, rencana itu terwujud. Usai makan siang sehabis berkunjung ke Piramida Giza dan toko parfum Mody Khattab, bus Mercedes Benz MCV membawa kami ke perkampungan pembuangan sampah di timur Sungai Nil. Tapi, eits, ternyata bus ini tak bisa membawa kami persis sampai titik lokasi.
“Jalannya sangat sempit, jadi kita pindah ke mobil yang lebih kecil,” kata Atef. Jadilah, sebagaimana saat perjalanan menuju lereng Gunung Sinai, kami dioper ke mobil sekelas angkot. Jauh lebih tua dari omprengan di tanah air.
Tersembunyi di balik pemukiman kumuh di Mesir, terdapat sebuah gereja yang disebut dengan Gereja Sampah. Penamaan itu melihat letaknya yang tidak jauh dari pemukiman kumuh.
Menurut sebuah kisah tradisional, Khalifah al-Muizz, yang memerintah pada tahun 972–975 M, biasa mengundang para pemimpin agama untuk berdebat di hadapannya. Dalam salah satu pertemuan di mana Patriark Abraham, juga dikenal sebagai Paus Abraham dari Aleksandria, dan seorang Yahudi bernama Yaqub ibn Killis hadir, Abraham mendapat perhatian dalam perdebatan.
Merencanakan untuk membalas dendam, Ibn Killis mengutip ayat di mana Yesus Kristus berkata dalam Matius 17:20, “Dia menjawab, Sesungguhnya Aku berkata kepadamu, jika kamu memiliki iman sekecil biji sesawi, kamu dapat mengatakan kepada gunung ini, ‘Pindah dari tempat ini ke sana, ‘dan itu akan bergerak. Tidak ada yang tidak mungkin bagimu.” dan menuntut agar Paus Abraham membuktikan bahwa agamanya benar melalui ini.
Setelah mendengar Ibn Killis mengatakan hal ini, sang Khalifah bertanya kepada Abraham, “Apa katamu tentang kata ini? Apakah ini Injilmu atau bukan?” Sang patriark menjawab, “Ya, ada di dalamnya.”
Setelah mendengar jawaban Abraham, Khalifah menuntut agar mukjizat ini dilakukan oleh tangan Abraham atau dia dan semua orang Koptik akan terbunuh oleh tangan pedang. Pilihannya ada tiga: pindah agama, pindah negara, atau dibunuh. Lokasinya yakni Mokattam, juga disebut Muqattam, juga disebut sebagai Gunung atau Perbukitan Mukattam, nama dari serangkaian bukit dan sub perkotaan di kawasan di tenggara Kairo.
Mendengar ancaman ini, sang patriark meminta tiga hari untuk menyelesaikan mukjizat.
Paus Abraham mengumpulkan sekelompok pendeta, imam, dan penatua. Dia mengatakan kepada mereka untuk semua tinggal di gereja selama tiga hari. Berdoa puasa untuk penebusan dosa. Pada pagi hari ketiga, Abraham berdoa dan ia melihat Maria, ibu Yesus. Perawan Suci menyuruhnya pergi ke pasar besar.
Maria berkata kepadanya, “Di sana kamu akan menemukan seorang lelaki bermata satu membawa botol berisi air ke pundaknya, tangkap dia, karena di sanalah mujizat ini akan dimanifestasikan.” Abraham mendengarkan Maria dan pergi ke pasar di mana dia bertemu dengan pria itu.
Dialah adalah Simon sang penyamak kulit, atau Simon sang pembuat sepati. Simon bermata satu karena mencungkil matanya sendiri. Ia merasa dirinya tak cukup suci setelah tak sengaja melihat betis seorang perempuan yang mereparasi sepatu padanya.
Simon mempraktikkan ucapan Yesus dalam Matius 5:29-30, “Jika mata kananmu membuatmu tersandung, cungkillah dan membuangnya. Lebih baik bagi Anda untuk kehilangan satu bagian tubuh Anda daripada seluruh tubuh Anda dibuang ke neraka. Dan jika tangan kananmu membuatmu tersandung, potong dan buanglah. Lebih baik kamu kehilangan satu bagian tubuhmu daripada seluruh tubuhmu masuk neraka.
Simon lalu meminta Paus Abraham pergi bersama para pendetanya dan seluruh rakyat ke gunung bersama Khalifah dan semua tentaranya. Simon kemudian menyuruh Abraham untuk berteriak “Ya Tuhan, kasihanilah kami” tiga kali dan setiap kali membuat tanda salib di atas gunung.
Sang patriark mengikuti kata-kata Simon dan gunung itu terangkat. Bukit itu bergeser tiga kilometer. Bergerak hebat hingga matahari terlihat di bawahnya.
Setelah keajaiban dilakukan di hadapan Khalifah, Paus berbelok ke kiri dan ke kanan mencari Simon, tetapi ia menghilang dan tidak ada yang bisa menemukannya.
Khalifah berpaling kepada Abraham dan berkata, “Wahai Patriark, aku telah mengakui kebenaran imanmu.” Untuk memperingati mukjizat ini, Gereja Ortodoks Koptik merayakan puasa tiga hari ekstra sebelum dimulainya Puasa Natal.
Sampah saat ini, belasan ribu pemulung hidup di sana dengan mengais sampah dan hidup dari sampah. Namun bagi penduduk sekitar, Gereja Sampah ini memancarkan ‘bau harum’.
Keharuman Kristus terpancar lewat kehadiran dan kesaksiannya. Pelayanan jemaatnya telah membawa banyak pemulung mengenal Kristus dan mendapatkan pegangan hidup. Setiap minggu mereka beribadah di situ. Memuliakan Tuhan di tengah himpitan kemiskinan dan teladan kasih yang ditunjukkan lewat berbagai bantuan baik moral maupun material yang diberikan bagi mereka.
Gereja St. Simon the Tanner hingga kini masih aktif digunakan dan dapat menampung hingga 20 ribu orang dalam satu kali pertemuan.
Kerangka Simon ditemukan pada 4 Agustus 1991 sekitar satu meter di bawah permukaan Gereja Ortodoks Koptik Perawan Suci, Babel El-Darag. Yang menarik, ketika menemukan kerangkanya adalah bahwa rambut di kepalanya masih utuh dan belum hancur. Rambut yang utuh hanya di bagian belakang kepalanya dan disimpulkan bahwa pria itu botak di depan dan rambut tebal di bagian belakang kepalanya.
Foto-foto di lokasi kampung Gereja Sampah: by Crysnarendra Aji Prajna