Nile River Dinner Experience

Malam terakhir di Mesir kami dijamu makan malam di atas Sungai Nil. Hiburannya dua penari perut. Yang satu cewek. Yang satu bapak tua jagoan.

Begitu mendarat di Kairo, kami sudah dikotbahi oleh Atef Nafea, pandu wisata kami, tentang peran strategis Sungai Nil.

“Di Mesir, hujan jarang sekali turun. Karena itu, kehidupan terpusat di Sungai Nil,” katanya menggambarkan betapa sungai terpanjang di dunia ini amat berpengaruh bagi kehidupan rakyat di Mesir.

Sungai sepanjang 6.650 kilometer ini tak hanya melintasi Mesir, tapi juga Etiopia, Eritrea, Sudan, Uganda, Tanzania, Kenya, Rwanda, Burundi, Kongo, dan Sudan Selatan.

Sore itu, beberapa jam sebelum meninggalkan Mesir melalui Bandara Internasional Kairo, kami menikmati ‘Nile Cruise’ dari salah satu dermaga di kota tua Kairo. Kami loncat ke Kapal Andrea Le Memphis.

Sebelum masuk lokasi dermaga, di atas bus, kami dibagikan busana ala Mesir. Agak kedodoran. Tapi, emang khas begitu, kan? Baju-baju ala Timur Tengah memang ‘klombor-klombor;….

“Inilah penari perut dari Samara…” kata pembawa acara. Lalu, tampillah seorang perempuan berlenggak-lenggok dalam tarian khas Mesir itu. Endingnya, ia berkeliling dari meja ke meja. Mengajak foto bersama untuk diambil oleh tukang foto yang kemudian menjualnya lima dollar AS.

Satu lagi penari perut, bapak separuh baya. Tampil cool, bapak ini memainkan kain panjang yang berputar-putar di kain perutnya dan akhirnya lepas satu per satu. Ia pun beratraksi memainkan barang pecah-belah tanpa cacat.

Di sela-sela itu, para pengunjung bebas ikut bernyanyi atau menari. Sesekali tlagu ajakan berdansa-dansi Indonesia diputar, dan serempak peserta ‘Dinner Cruise’ ikut ber-‘Goyang Maumere’.

Makan di atas Sungai Nil emang asyik. Sesekali kami naik ke atas, melihat suasana angin laut dari geladak kapal.

Tapi, “Makanannya sih B aja, ya,” kata Kirana, bungsu 10 tahun kami.

Yang disuguhkan memang standar. Ayam panggang, aneka ikan, macaroni, dan roti kue khas Arab itu.

Tak terasa, masuk kapal pukul enam petang, waktu sudah menujukkan jam sembilan malam. Penerbangan kami untuk memungkasi ziarah dua pekan ini pada tengah malam. Dari Mesir menuju Dubai. Tentu dengan melewati proses bagasi, imigrasi, dan lain-lain.

Uniknya, malam itu, kondisi air di dermaga sedang surut. Kapal sebesar itu tak bisa merapat seperti sore tadi. Tak ada jalan lain. Dikirimlah perahu-perahu sekoci menjemput kami. Segera bergegas menuju bus dan perjalanan ke Bandara Internasional Kairo.

Selamat tinggal, Sungai Nil. Di sini, bayi Musa dipungut keluarga Firaun dari ancaman pembunuhan. Di sini pula kami menikmati seni budaya khas Mesir yang terjaga bertahun-tahun.

Goyang, Mang….

Leave a Reply

Your email address will not be published.