Jakarta sudah lama punya kawasan bisnis Sudirman Central Bisnis District. Tapi, ‘SCBD’ versi baru jadi bahan pembicaraan yang cepat sekali viral. Saya merasa perlu untuk menengok langsung te ka pe nya.
Dalam rubrik Podium, Harian Media Indonesia, 26 Juli 2022, Dewan Redaksi Media Grup Ade Alawi menulis, ketenaran ‘SCBD’ versi baru bermula dari Bonge alias Eka Satria Saputra, remaja nyentrik asal Desa Cilebut Barat, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, belakangan ini moncer. Dia bersama Jeje Slebew atau Jasmin Leticia mendadak menjadi selebritas.
Keduanya diburu sejumlah media, diundang ke beberapa stasiun televisi, hingga mereka diajak berkolaborasi dengan pesohor papan atas. Mereka disebut ‘penguasa’ baru kawasan elite SCBD yang sekarang diplesetkan Sudirman, Citayam, Bojonggede, Depok, Dukuh Atas, Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta Pusat. Semula singkatannya ialah Sudirman Central Business District.
Selain Bonge, Jeje, ada pula rekan mereka yang juga ngetop, yakni Roy dan Kurma. Keterkenalan mereka berawal dari aksi catwalk jalanan di zebra cross kawasan Dukuh Atas yang Bernama Citayam Fashion Week (CFW). Aksi-aksi mereka yang unik kemudian disebar di media sosial hingga berbuah viral.
Aksi mereka menyedot perhatian publik. Dari rakyat biasa yang ikut-ikutan street fashion hingga Presiden Joko Widodo angkat bicara dan sejumlah pejabat memberikan tanggapan bahkan nimbrung berlenggak-lenggok di kawasan tersebut. Belakangan sejumlah sosialita dan komunitas elite juga ambil bagian di dalamnya. Mereka seolah tidak mau ketinggalan.
‘Penaklukan’ Bonge dan bocah-bocah cilik (bocil) dari wilayah pinggiran ke kawasan nomor wahid di Jakarta itu awalnya iseng, nongkrong ‘cuci mata’, kemudian coba-coba fashion show dengan busana seadanya hingga menarik perhatian publik. Akhirnya, mereka membeli outfit yang lumayan mahal. CWF sudah menjadi ladang cuan baik bagi Bonge Cs sebagai endorser produk dan para pedagang kopi keliling, tahu bulat, dan minuman ringan.
Di hari yang sama, Editorial Koran Tempo menulis bahwa kehadiran Citayam Fashion Week mengingatkan pada Harajuku Fashion di Jepang, Le Sape di Kongo, atau Camden di London, Inggris.
“Ada ciri pemberontakan terhadap kemapanan dari trend anak muda semacam ini. Di Harajuku, misalnya. Tata rias rambut, wajah, dan pakaian mereka saat berlenggak-lenggok itu memberontak dari semua pake dan kredo penampilan umum di Jepang,” tulis Tempo.
Insting saya pagi tadi, Selasa 26 Juli 2022, memutuskan untuk melompat di Stasiun MRT Dukuh Atas. Dari arah Blok M menuju kantor di Kebon Sirih, seharusnya saya turun di stasiun akhir Bundaran Hotel Indonesia. Tapi, terpacu ingin menyaksikan langsung spot ini, saya stop di Dukuh Atas BNI.
Bener juga. Meski Selasa siang, bukan weekend, ada juga emak-emak yang bergaya di catwalk zebra cross. Ada juga yang menawarkan jasa mengambil gambar.
“Sini mas, saya potretin,” katanya.
Mungkin karena melihat saya pakai peci beda dengan lainnya, dianggap saya mau berfashion juga. Nggak lah. Saya bisa berselfie sendiri.
Terlepas dari pro kontra soal ketertiban lalu lintas dan polemik pendaftaran brand CFW ke Pangkalan Data Kekayaan Intelektual (PDKI) Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkum HAM), munculnya kreasi di ruang publik ini patut diapresiasi.
Apalagi, kawasan sekitar stasiun segi empat -MRT dan TransJakarta Dukuh Atas serta Stasiun KRL Sudirman dan Stasiun Bandara BNI City- itu sudah lama ditutup untuk kendaraan. Lorong di antara dua sisi underground Jalan Sudirman sudah lama diisi grafitti dan tempat nongkrong kekinian.
Moga-moga gak ‘angot-angotan’. Karena itu, apapun kreativitas positif harus didukung. Jangan diberangus!