Tak terencana, menyaksikan partai Liga 1 antara PSS Sleman menjamu Persis Solo. Sayang, tanpa kehadiran suporter garis kerasnya.
Ritual itu masih menjadi tradisi yang dinanti.
“Woi, anthem, woi…” teriak para penonton sekitar 15 menit setelah wasit Iwan Sukoco meniup peluit panjang yang menandai kemenangan 2-1 PSS melawan Persis Solo di Stadion Maguwoharjo, Sabtu, 10 September 2022.
Hari itu, para penonton di Maguwo jauh lebih sedikit daripada biasanya. Tercatat hanya ada 1.726 orang hadir di stadion berkapasitas 31.700 tempat duduk.
Kelompok suporter setia PSS, Brigata Curva Sud (BCS) yang selama ini menghuni tribun kuning di selatan Stadion Maguwoharjo memutuskan tidak akan menghadiri laga PSS selama bulan September. Kandang dan tandang.

Mereka menyampaikan protes, karena PSS banyak mendapat jadwal laga malam hari, pukul 20.30 WIB. Sebuah fixture yang disusun atas pertimbangan meraup rating share siaran televisi.
“Pdahal, main bola semalam itu tidak baik. Buat kesehatan pemain, dan juga kenyamanan penonton. Kami banyak yang pulang lewat kawasan berbahaya,” kata Andrean, salah satu anggota BCS militant yang sore itu menjadi driver Grabcar kami dalam perjalanan menuju lokasi penukaran tiket Stadion Tridadi lanjut ke Stadion Maguwoharjo.

Aksi itu juga menunjukkan BCS juga ingin memberikan penghormatan kepada dua korban yang bernama Aditya Eka Putranda dan Tri Fajar Firmansyah.
“Dalam sebulan lalu kami kehilangan dua keluarga yang selalu setia berdiri di sini. Banyak sekali hal yang ada di benak pikiran kami. Terutama memberi waktu dan penghormatan bagi keduanya,

Izinkan kami meresapi jauh lebih dalam pasca rentetan peristiwa yang tak terhindarkan,” jelas BCS dalam akun medsos resminya.
Jadilah, sore kemarin nonton PSS minus koreo. Minus bendera raksasa dan nyanyian chant tanpa henti sepanjang laga.

Menarik sih, suasananya.
Wasit Iwan Sukoco jadi bulan-bulanan makian penonton
Dalam kondisi normal, suara teriakan penonton ini tak akan terdengar karena tertutup chant BCS full selama 90 menit.
Karena stadion sepi, celetukan penonton jadi terdengar, Khas dengan gaya medoknya.
“Wasite ra ngoco…”
“Pekok…”
“Wasit ganti, honore kurang po..”
“Hei, kowe ngerti advantage, ra?”
Akhir babak pertama, gol PSS dianulir offside
Marahlah penonton pada asisten wasit,
“Hei, kowe lek ngangkat bendero ojo suwe-suwe..
Kelekmu mambu!”

Ada lagi lucu.
Di akhir babak kedua, PSS lead 2-0
Kiper Ridwan jatuh, dirawat di area lapangan
Pemain Persis protes, menganggap Ridwan membuang-buang waktu.
Penonton teriak membela, “Lagi ditambani… lagi ditambani, ngerti ra…”
Hahahahaha…
Tapi, meski tanpa ribuan pendukung militannya, tetap nonton PSS meninggalkan pengalaman berkesan. Terutama, saat bersama menyanyikan anthem ‘Sampai Kau Bisa, bersama Boaz Solossa dan kawan-kawan yang berdiri melingkar di garis tengah lapangan.
“Pernahkah kau merasa
Melihat secercah cahaya
Mimpi di depan mata
Super Elja pasti kan juara

Bertahun menjalani
Lelah ini tak terasa lagi
Pagi berganti pagi
Masih ada keinginan hati
Sebuah kehormatan mengawalmu pahlawan
Untuk slalu berjuang mewujudkan harapan
Percaya kita kan rayakan kawan

Demi satu nama kebanggaan di dada
Kan ku beri segalanya
Super Elang Jawa, jadilah juara
Ku kobarkan segalanya
Sampai kau bisa..aaa..
Sampai kau bisa…”
Saya dari ultras bali united (north side boys 12) ikut turut berduka atas meninggalnya supporter pss sleman. Supporter akan kembali bernanyi di tribun. Tetapi ibunya? akan selamanya membenci sepak bola.
Semangat BCS, ora muntir!