Warga Papua rindu pada pelatihan di luar sekolah.
Di luar acara utama di Jayapura terkait Sosialisasi Perpres 113/2022 kepada para aparat penegak hukum, saya mendampingi kawan baik berkunjung ke lembaga pelatihan pendidikan luar sekolah yang ada di Jayapura. Kebetulan dua-duanya kursus komputer.
Yang pertama namanya Lembaga Pelatihan Komputer Sentra Anugerah Mandiri. Lokasinya di Jalan Koti, seberang Pelabuhan Jayapura. Didirikan oleh Jumik Wiyono, seorang ibu asal Depok, belasan tahun silam. Pengelolanya, Gita Chandra, ini nama laki-laki, tinggal di kawasan Keerom, kabupaten tetangga dari Jayapura. Ia bermotor sekitar sejam setiap hari dari rumah menuju lokasi kerjanya. Tempat kursus dengan belasan personal computer di meja.
“Dulu lokasi kami di bawah. Tepi jalan raya. Tapi karena kerap terganggu suara bongkar muat kontainer di pelabunan, kami pindah ke atas,” kisahnya.
Saya kaget melihat foto sahabat saya, Jacksen Ferreira Tiago, terpasang sebagai endorser. Pelatih yang sukses membawa Persipura tiga kali membawa juara Liga Indonesia.
Jacksen tertawa saat saya kirimkan foto itu padanya. “Itu foto tahun 2011. Saya masih kurus,” kenang pria yang akrab disapa dan menyapa dengan sebutan ‘bigman’ itu. Ya, pada 2008-2014 memang Jacksen tercatat sebagai pelatih ‘Mutiara Hitam’.
“Wah sebuah kesempatan emas. Sampaikan salamku kepada Ibu Jumik,” tambahnya.
Gita bercerita, saat itu Jacksen mengambil kursus Microsoft Excell untuk menambah keahliannya, membuat Rancangan Anggaran Belanja bagi keperluan tim yang diasuhnya.
Nampak pula Adolf, seorang mahasiswa yang mengambil kursus Microsoft Word. “Kelebihan kursus ini, kami siap melayani tanya jawab melalui Whats App di luar jam kursus. Batasnya sampai jam sembilan malam,” tambah pria berperawakan sedang ini.
Tak lama dari situ, kami bergeser ke kursus serupa. Mega Komputer. Lokasinya di kawasan Entrop, belakang Mall Jayapura. Pemiliknya Novi dan Ghino, suami isteri yang menamatkan S-1 di Universitas Muhammadiyah, Surakarta. Selepas dari Solo, Novi memilih ke Papua melanjutkan lembaga kursus yang dirintis orang tuanya. Nampak pula seorang mahasiswi menjadi instruktur bagi beberapa anak muda asli Papua di sana.
“Kami utamakan mentornya lulusan kursus ini juga. Jadi ada keterikatan kuat. Tidak mungkin juga kami umumkan rekrutmen terbuka mencari tenaga pengajar,” kata Ghino.
Dua potret lembaga itu menunjukkan bahwa warga Papua itu pembelajar yang kuat. Mereka rela keluar dana jutaan rupiah demi mengikuti kursus secara luring untuk menambah skillnya. Demi bekal lebih bertarung di pasar kerja.
Selamat terus haus belajar, pace, mace, kaka, adek…
Jangan pernah menyerah menambah keterampilan. Itu sudah.