Perempuan ber-‘darah biru’ sepak bola Indonesia. Sedih melihat Tragedi Kanjuruhan.
Hancur. Itu satu kata yang terucap dari Tessa Witarsa Abadi dalam podcast ‘Kredensial’ bersama jurnalis senior Trias Kuncahyono.
“Saya sebagai suporter wanita yang sering ke stadion jadi sedih dan merasa tidak aman. Jadi rasa takut, karena banyak korban Kanjuruhan perempuan dan anak-anak,” kisah cucu mantan pemain dan pelatih tim nasional Drg Endang Witarsa ini.
Meski demikian, Tessa tetap ingin nonton sepak bola langsung dari stadion. Euphorianya beda.
“Jauh lebih menarik nonton di stadion. Kalau ada waktu, saya pasti berangkat,” kata perempuan pengumpul banyak syal klub-klub sepak bola dari seantero tanah air.
Hati Tessa hancur melihat suporter yang tak bisa menerima kekalahan. Juga karena perilaku aparat dalam tragedi 1 Oktober 2022 itu.
Tessa menekankan pentingnya edukasi bagi suporter. “Namanya suporter tak bisa kita prediksi akan duduk manis dan selalu santun. Mungkin juga ada oknum yang mabuk. Itu tugas keamanan untuk meredam mereka. Petugas keamanan in ikan yang ‘sekolah’, harusnya bisa meredam anarkis dengan pelajaran psikologi massa yang mereka dapat,” urainya.
Tessa mengaku caranya menikmati hidup beda dengan perempuan lain. “Kalau yang lain mungkin ke salon, cari saya cari hiburan ya ke stadion. Kalau sakit misalnya, begitu ke stadion, saya merasa sembuh,” tukasnya.
Di dalam stadion, menikmati pertandingan, bertemu teman dan nyanyi nge-chant menjadi caranya melepas kejenuhan. “Di stadion saya mengedukasi suporter agar tidak dihargai orang, termasuk aparat. Mesti rapi, minimal pakai sepatu. Kalau mau dihargai seperti manusia, mohon maaf, ya jangan berperilaku seperti monyet, naik-naik, manjat-manjat,” jelasnya.
Selengkapnya di