Senang bisa bertemu kangen dengan teman alumni Universitas Airlangga di Jakarta Raya.
Siang tadi, Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa yang juga Ketua Ikatan Alumni Universitas Airlangga hadir dalam “Gathering Alumni Universitas Airlangga Wilayah DKI Jakarta 2023” di Soehana Hall, The Energy Building, SCBD. Saya yang datang telat merasakan kehadirannya sejak melihat mobil dinas dan pengawalan di lobby gedung kawasan bisnis Sudirman Jakarta itu. Gubernur perempuan pertama di Jawa Timur ini memberi beberapa poin dalam sambutannya.
“Pertemuan ini harus jadi rembug yang nyekrup. Ini istilah yang sangat Khofifah. Saya berharap pertemuan ini me-‘link and match’ kan,” kata perempuan 58 tahun alumni Program Studi Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Airlangga angkatan 1984 itu.

Selanjutnya, Khofifah kembali mengulang pidato-pidato “template”-nya. Yang kerap dibawakan di berbagai acara. “Jawa Timur itu tidak boleh batuk. Kalau batuk, dropletnya sampai Jakarta. Pesan itu selalu saya sampaikan setiap ada pergantian Kapolda, Pangdam, Kajati, dan lain-lain,” ungkapnya.
Masih kalimat “rekaman kaset”-nya, Khofifah pun mengutip pembicaraan Presiden Jokowi dan Ashraf Gani, sebelum Presiden Afganistan itu digulingkan Taliban. “Beliau (Presiden Afganistan) berkata, Presiden Jokowi hati-hati. Jangan sampai terjadi konflik sosial maupun suku karena di Indonesia ada 714 suku,” imbuhnya. Ashraf Ghani mengatakan, menyatakan bahwa Afganistan hanya memiliki tujuh suku. Namun, konflik dua suku yang terjadi menimbulkan perang yang berlarut-larut. Dua suku tersebut, masing-masing mencari sekutu dari pihak lain yang dibawa masuk.

“Karena itulah, kita harus terus membawa kesatuan di Unair dan Indonesia,” kata Khofifah.
Selain Khofifah, “bintang” lain dari reuni Unair cabang Jakarta ini ada di dua sesi musik. Pertama, Fryda Luciana, alumni Fakultas Hukum yang kini jadi ASN di Sekretariat Presiden. Setidaknya tujuh lagu dibawakan Fryda, termasuk “Galih dan Ratna” yang membuat peserta acara jejogetan. Lagu lain tentu saja ‘Rindu’, ‘Jakarta’, ‘Segala Rasa Cinta’ dan single terbarunya ‘Sumpahku’. Tak ketinggalan “lagu kebangsaan” klab dan pub yakni ‘Berharap Tak Berpisah’ ala Reza Artamevia. Fryda juga mengajak audiens mengibarkan bendera-bendera plastik dalam lagu ‘Bendera’-nya Cokelat.

Save the best for last, hadirnya Piyu, Fadly, dan Rendra, para pentolan Padi yang mengawali karir dari ‘Musik Lorong Fakultas Ekonomi Unair’, ‘Law Music FH’ dan perhelatan musik Fisip Unair. “Kami bangga, karena kami dulu memperkenalkan Padi sebagai grup bandnya Unair,” kata Satriyo Yudi Wahono, gitaris Padi yang alumni FE Unair.
Saya pun tertegun saat Piyu berkisah tentang kekuatan mimpi untuk membawa kesuksesan dalam hidup. Piyu bilang, “Hidup itu semua dari mimpi. Saya merantau ke Jakarta, lalu jadi kru Andra and The Backbone. Suatu saat, main di Madiun. Saat persiapan, saya main gitar sendiri, dan membayangkan kelak saya yang main ditonton puluhan ribu orang. Saya memetik gitar dan menyanyikan ‘Belum Ada Judul’-nya sang legenda Iwan Fals.”

Semoga ini bukan pertemuan pertama. “Harus lebih sering lagi,” teriak Fadly di antara lagu ‘Sobat’, ‘’Begitu Indah’, dan ‘Semua Tak Sama’ yang mereka bawakan. Hadirin tak puas saat Piyu, Fadly, Rendra hendak pergi. Maka mereka pun manggung lagi. Dengan tembang pamungkas ‘Don’t Look Back in Anger’-nya Oasis.
“… So Sally can wait…”





