Di Kantor Pusat PBB, Prakerja Paparkan Keberhasilan Jembatani Pelatihan dan Pasar Kerja

Indonesia mendapat kehormatan karena Program Kartu Prakerja menjadi bahasan khusus pada SDG Action Weekend, yang merupakan side event dari rangkaian Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa, September ini. Berlangsung di kantor pusat PBB, Minggu, 17 September 2023 waktu New York, diskusi mengambil tema “Skilling, Upsklling, and Reskilling for a Resilient Workforce”.

Direktur Eksekutif PMO Prakerja Denni Puspa Purbasari mengungkapkan beberapa indikator keberhasilan setelah program ini berjalan tiga tahun dan menjangkau 17,4 juta penerima manfaat. “Tenaga kerja yang dilatih meningkat hampir dua kali lipat, dari sebelumnya 10 persen menjadi 19 persen. Selain itu, ada partisipasi yang tinggi dari kelompok rentan, seperti angkatan kerja berpendidikan rendah, berusia lanjut, berada di daerah tertinggal, kelompok disabilitas, dan juga purna pekerja migran,” urainya. 

Denni juga mengungkapkan, berbagai riset menunjukkan dampak positif Prakerja terhadap kemampuan kerja dan peningkatan pendapatan para penerima program. “Singkatnya, ada banyak bukti bahwa Prakerja berhasil menjembatani kesenjangan antara pelatihan dan pasar kerja,” kata Denni.

Di Forum PBB ini, Denni menampilkan tiga contoh alumni sukses Prakerja. Fairuz Adi Nugroho, lulusan SMA asal Bekasi dengan disabilitas rungu wicara, yang berjualan batik secara daring setelah menyelesaikan kursus e-commerce di program Prakerja. Ada juga Bonita Titi Pinontoan asal Biak Numfor, Papua, yang sempat kecewa karena gagal berangkat bekerja di kapal pesiar akibat pamdemi Covid-19. Setelah mengikuti pelatihan pandu wisata dan perhotelan di Prakerja, Bonita diterima di sebuah hotel di Biak berkat sertifikat pelatihan dari Prakerja. Contoh lain datang dari Manado, kisah Stevenly Rio Loginsi, petugas keamanan bank yang terkena PHK sebagai dampak pandemi. Berkat pelatihan digital marketing dan desain photosop, Rio enjadi supervisor perusahaan telekomunikasi di tujuh kabupaten-kota di Sulawesi Utara.

Dimoderatori ekonom Vivi Alatas, diskusi menghadirkan pembicara Dirjen Kerja Sama Multilateral Kemenlu Tri Tharyat, Menteri Pendidikan dan Olahraga Laos Phout Simmalavong, Utusan Khusus Pemuda Filipina Monica Prieto Teodoro dan Asisten Dirjen Pendidikan UNESCO Stefania Giannini. 

Sebagai panelis, selain Denni Purbasari, juga tampil Direktur Wahid Foundation sekaligus Komisaris Bukalapak Yenny Wahid, Direktur UNESCO Institute for Lifelong Learning Borhene Chakroun, Presiden International Council for Adult Education Roberto Guevara, Regional Advocacy Coordinator and Lead Policy Analyst, Asia South Pacific Association For Basic And Education (ASPBAE) Rene Raya, dan Corporate Vice President Microsoft Philantrhopies Kate Behncken.

Tri Tharyat dari Kemlu menjabarkan tiga pelajaran penting dari keberhasilan Prakerja. Pertama, penggunaan teknologi digital merupakan sebuah keharusan. “Program ini menjadi efektif karena sejak 2020 menggunakan teknologi digital end to end. Prakerja berdampak positif karena langsung terkoneksi dengan pasar kerja,” terangnya.

Kedua, kerja sama antar pemangku kepentingan menjadi penting, karena pemerintah tak bisa berjalan sendirian dalam kesuksesan sebuah program. Kehadiran lembaga pelatihan, bank, riset, kampus, dan lain-lain menjadi penopang keberhasilan Prakerja.

Ketiga, program ‘Skilling, Upsklling, and Reskilling’ sesuai dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), terutama pada tujuan keempat yakni pendidikan berkualitas serta tujuan kedelapan yakni terciptanya pekerjaan layak dan pertumbuhan ekonomi.

Borhene Chakroun memaparkan, 32 persen dari perempuan muda dan 15 persen anak muda berusia 15-24 di seluruh dunia masuk dalam kategori NEET (Not in Education, Employment, or Training). Selain itu, lebih dari 763 juta orang muda dan dewasa, yang dua pertiganya merupakan perempuan, minim keahlian literasi dasar pada 2020. Kehadiran artificial intelligence (AI), otomasi dan perkembangan teknologi lain membutuhkan skills baru untuk bisa sukses di pasar kerja. Di sinilah Chakroun menegaskan, literasi dan numerasi menjadi landasan pembelajaran seumur hidup bagi semua orang. “Penting untuk memperkuat keterampilan pendidik literasi, khususnya dalam penggunaan TI, sehingga memberikan kesempatan kepada semua generasi muda dan orang dewasa untuk beradaptasi dengan perubahan dunia,” katanya.

Sementara itu, Roberto Guevara membawa tiga kata kunci dalam upskilling dan reskilling untuk membentuk masyarakat tangguh: konsep, komitmen, dan kolaborasi. “Pandemi telah menarik perhatian tambahan terhadap perlunya pemerintah dan masyarakat untuk membangun strategi upskilling dan reskilling, yang diperlukan untuk memenuhi perubahan kebutuhan masyarakat dan dunia kerja yang terutama disebabkan oleh transisi ramah lingkungan dan digital.

Monica Prieto Teodoro menyatakan kegagalan beradaptasi dalam dunia yang berubah serba cepat akan membuat banyak pekerjaan diambil alih robot atau AI. Kehadiran kecerdasan buatan akan menggantikan skill para pekerja seperti penulis, aktor, pengisi suara, dan juga para pekerja level pemula dengan pekerjaan repetisi. “Alih-alih bertarung dengan teknologi, kita harus memastikan bahwa teknologi harus menjadikan anak muda lebih kreatif, adaptif, tangguh, dan kompetitif,” kata Monica. 

Salah satu kunci Prakerja yang berhasil menjalankan misinya di era disrupsi akibat pandemi disimpulkan Vivi Alatas, bahwa, “Saat ini, kemampuan beradaptasi bukanlah suatu pilihan, namun suatu keharusan.”

Leave a Reply

Your email address will not be published.