Sepak bola adalah kegembiraan. Begitupula di kampung-kampung, kala musim tarkam tiba.
Sepak bola antar kampung. Alias tarkam. Begitulah kita menyebut keriaan itu. Empat belas tahun tinggal di Mahkota Simprug, saya tak sadar dekat rumah ada Lapangan Garuda, yang biasa dibuat latihan klub amatir Garuda FC. Dan ternyata ada turnamen tarkam di sana.
Kemarin pembukaannya, Minggu, 1 Oktober 2023. Main terus setiap sore, sampai nanti finalnya awal Desember. Tiketnya Rp 10 ribu per orang. Kemarin yang main Kembar FC melawan Winner FC. Sistem gugur 64 besar. Kembar FC menang besar. Tiga gol tanpa balas. Dua gol dicetak pemain keturunan Afrika. Panggilannya Mamas. Satu lagi oleh centre back Afrika juga, yang ternyata sudah WNI. Komentator menyebutnya El Hadji.
Saya cek, ternyata pemain gondrong itu pernah memperkuat tim-tim Liga Indonesia. Mamadou El Hadji, kelahiran Kamerun sempat main di Barito Putra dan juga Sriwijaya FC. Tak sangka kemarin menyaksikannya di lapangan keras dekat rumah. Yang terkadang disuguhi penonton ayam-ayam masuk ke tengah lapangan.
“Aih… 99 persen peluang emas 24 karat bertabur berlian dimiliki El Hadji…” teriak komentator play-by-play dengan nadanya yang khas.
Para penonton menyaksikan pertandingan dengan santai, duduk lesehan, berteman lontong sayur, mie ayam, dan juga gorengan. Itulah hiburan kampung. Musim tarkam dengan pemain bayaran dari mereka yang dulu mentas di liga utama.