Merauke, Ujung Timur Kita

Sejak kali pertama menginjak Papua di pertengahan 2017, bersyukur akhirnya akhir tahun ini bisa menginjak Merauke.

Merauke di ujung timur Indonesia. Berjarak penerbangan 6 jam lebih. Lima jam setengah dari Jakarta ke Jayapura, nyambung lagi sejam 20 menit dari Bandara Sentani Jayapura ke Bandara Mopah. Syukurlah, dapat tiketnya Garuda, Boeing 737-800. Pas juga sesuai harapan, duduk di lorong kursi darurat. Jadi bisa selonjor.

Berangkat jam 22.40 dari Soekarno-Hatta, sampai di Mopah jam 6 pagi, Rabu, 6 Desember 2023. Tentu saja, di timur matahari lebih terang meski masih jam 6.

Inilah ibu kota provinsi baru: Papua Selatan, yang selain Kabupaten Merauke diisi Kabupaten Asmat, Boven Digul dan Mappi. Disambut dengan ukiran khas Merauke: Izakod Bekai Izakod Kai – Satu Hati Satu Tujuan. ‘Izakod Bekai Izakod Kai’ merupakan tulisan di lambang daerah yang artinya melambangkan semangat kebersamaan dengan jiwa nasionalis untuk menyatukan hati menuju satu tujuan bersama (Bersatu dalam perbedaan dan berbeda dalam kesatuan).

Ada juga tulisan ‘Seplik Anim, Wikim Anim’, Manusia Cerdas, Manusia Bermartabat’.

Sejarah menyebut, Merauke ditemukan pada 12 Februari 1902. Orang luar yang pertama menetap di sana adalah pegawai pemerintah Belanda. Mereka mencoba untuk hidup di antara dua suku asli yaitu Marind Anim dan Sohoers. Mereka berjuang keras melawan keganasan alam (termasuk pemburu kepala). Lama kelamaan tempat tersebut mengalami pertumbuhan yang sangat cepat sehingga menjadi sebuah “kota”.

Dari Merauke orang Indonesia, Eropa dan Tiongkok, mulai untuk ‘menyerbu’ hutan di selatan nugini untuk memburu burung sebanyak mungkin. Ketika pemerintah Belanda melarang perburuan, mereka semua kembali ke Merauke untuk menghabiskan uang yang mereka dapatkan. Hal ini yang menyebabkan mengapa di kemudian hari populasi penduduk di Merauke tidak banyak, ini dikarenakan Merauke adalah kota untuk para pendatang (orang asing).  Namun sekarang, banyak penduduk asli Papua yang mulai menetap di Merauke.

Asal mula nama ‘Merauke’ sebenarnya berasal dari sebuah salah paham yang dilakukan oleh para pendatang pertama. Ketika para pendatang menanyakan kepada penduduk asli apa nama sebuah perkampungan , mereka menjawab ” Maro-ke” yang sebenarnya berarti “itu sungai Maro”. Orang Marind berpikir bahwa sungai maro (yang lebarnya 500m) lebih penting dari nama area tempat sebuah hutan yaitu Gandin. Penduduk asli papua sendiri menyebut area tempat kampung tersebut terletak dengan mana  ‘Ermasoek’.

Merauke, here I come…

One Reply to “Merauke, Ujung Timur Kita”

Leave a Reply to Fake Temp Mail Cancel reply

Your email address will not be published.