Dalam lanskap media sosial di berbagai platform media sosial, jumlah posting dari tim paslon nomor urut 01 Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dan paslon 02 Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming terlihat mendominasi, namun keunggulan engagement, interaksi dengan netizen, dan sentimen positif justru menjadi milik paslon 03 Ganjar Pranowo-Mahfud MD.
Kesimpulan itu tercetus pada Diskusi Media bertema ‘Membedah Lanskap Data Media Sosial Pasca Debat Ketiga: Spin Doctor dan Mekanisme Koreksi Netizen’ di Media Center TPN Ganjar-Mahfud, Menteng, Jakarta Pusat, 10 Januari 2024.
“Secara konsisten, bukan hanya setelah debat, tapi sejak 6 bulan lalu, Ganjar-Mahfud stabil unggul dalam pembicaran media sosial, sementara dua pasangan calon lain naik turun” kata Praktisi Big Data sekaligus Chief Technology Officer, Dattabot, Imron Zuhri. Dalam diskusi ini, Imron menjadi narasumber didampingi Wakil Direktur Eksekutif Juru Kampanye TPN Ganjar-Mahfud, Enda Nasution dan dua Juru Bicara TPN Ganjar-Mahfud, Pangeran Siahaan serta Aris Setiawan Yodi.
Imron menyatakan, di platform ‘X’ atau ‘Twitter’ justru ada korelasi negatif antara jumlah posting yang semakin banyak semakin menurunkan elektabilitas.
“Twitter menjadi sarana perang dan hiburan. Orang-orang yang ada di sana sangat ‘niche’ dan menjadikan medsos sebagai lahan bharatayuddha atau media peperangan digital,” ungkapnya.
Imron memaparkan, pascadebat terakhir pasangan calon 03 meraup engagement lebih tinggi, meski secara jumlah posting kalah dibandingkan paslon 01 dan 02. “Dalam konteks ini, engagement merupakan alat untuk mengukur seberapa besar seberapa besar paslon membangun kesuksesan dalam berkomunikasi di media sosial,” jelasnya.
Merespon viral warganet tangisi Prabowo di Tiktok pascadebat ketiga, Pangeran Siahaan menunjuk situasi medsos yang disebutnya sangat ‘ajaib dan spektakuler’. “Saya biasa nonton fans bola kalah lalu nangis, nah ini ada fans capres kalah debat, lalu nangis. Bahkan bukan kalah pilpresnya, tapi baru kalah debat,” kata pria yang dikenal sebagai pandit sepak bola ini.
Pange, panggilan akrabnya, pun berseloroh, di sini lahir istilah ‘user generated spin’. “Kalau biasanya, spin doctor politic memberi brief kepada media tentang bagaimana judul, angle, dan framing pemberitaan, sekarang yang debrief adalah Kumpulan buzzer serta pemilik akun sosial media sehingga melahirkan badai tangis di ranah digital,” ungkapnya.
Menurut Pange, hal seperti ini sah-sah saja, meski soal etika layak diperdebatkan. “Tapi cara-cara seperti itu tidak membantu level pemilu dan demokrasi kita naik kelas. Kalau di belahan bumi lain, saat debat yang berlaku fakta ya fakta, kebenaran ya kebenaran, tak ada hubungannya dengan perasaan. Sementara di sini malah sebaliknya, perasaan lebih mendominasi daripada fakta dan kebenaran,” urainya.
Para narasumber dalam diskusi ini sepakat bahwa Generasi Z dan mayoritas pemilih muda dalam Pemilu 2024 lebih bersimpati kepada calon pemimpin yang otentik. Ketika sebuah pesan disampaikan dengan ‘genuine’, respon-respon positif di dunia digital pun muncul.
“Di sini kita melihat bagaimana Ganjar dengan cerdik memanfaatkan second account di Instagram @jajang_genjar. Juga saat memainkan ikon penguin di ‘X’. Dari awalnya olok-olok, tapi alih-alih sakit hati, justru dibalas dengan gambar hormat ala penguin yang membangkitkan interaksi dengan netizen,” urai Pange.
Para narasumber dalam diskusi ini sepakat bahwa Generasi Z dan mayoritas pemilih muda dalam Pemilu 2024 lebih bersimpati kepada calon pemimpin yang otentik. Ketika sebuah pesan disampaikan dengan ‘genuine’, respon-respon positif di dunia digital pun muncul.
“Di sini kita melihat bagaimana Ganjar dengan cerdik memanfaatkan second account di Instagram @jajang_genjar. Juga saat memainkan ikon penguin di ‘X’. Dari awalnya olok-olok, tapi alih-alih sakit hati, justru dibalas dengan gambar hormat ala penguin yang membangkitkan interaksi dengan netizen,” urai Pange.
Pange menambahkan, dari fenomena itulah, makin tampak bahwa Ganjar-Mahfud benar-benar bisa mempraktikkan politik ruang gembira, lebih ‘approachable’ dan bisa diajak ngobrol.
“Puncaknya saat jelang debat ketiga, Ganjar membuka percakapan kepada netizen untuk usulan pertanyaan apa yang mau disampaikan saat debat. Inilah bentuk engagement yang paling keren,” tandasnya.
Enda Nasution berpesan kepada para calon pemilih untuk berpikir kritis dan keluar dari narasi ‘bubble’ yang didesain secara massif, termasuk dengan gimik-gimik politik. “Lihatlah dengan mata kepala sendiri, terbebas dari pengaruh orang lain, mana capres-cawapres yang berinteraksi dengan murni,” ungkapnya.
Aktivis media sosial yang dijuluki ‘bapak blogger Indonesia’ ini mencontohkan, di pasangan calon 02, capresnya punya banyak followers, tapi tak pernah berinteraksi dengan netizen. “Begitu pula cawapresnya. Meski milenial, tapi gaya komunikasinya tidak komunikatif,” urainya.
Enda menegaskan, perjalanan menuju Pilpres 14 Februari 2024 masih menyisakan waktu kampanye sebulan lagi, termasuk dua kali debat lagi. “Masih banyak teman-teman yang sekarang mendukung A nanti bisa berubah mendukung B. Dengan masukan data dan fakta, pilihlah capres-cawapres sesuai hati, yang paling dekat dan bisa mewakili kita, dan hasilnya membawa Indonesia lebih baik untuk lima tahun ke depan,” harapnya.