Persahabatan Letnan Eka Shu

Kami merayakan persahabatan yang berlangsung lebih dari tujuh tahun.

September 2017 menjadi saat pertama saya menjejak Tanah Papua. Kunjungan singkat ke Jayapura dan Wamena. Di sela perjalanan ke Jayapura, bersama Theo Litaay dari Kedeputian V Kantor Staf Presiden kami mampir ke Skouw, perbatasan Indonesia-Papua Nugini dari sisi Jayapura. Tak jauh dari Jembatan Youtefa atau Jembatan Holtekamp.

Saat itu saya mencoba ’menyeberang’ ke Papua Nugini. Tanpa paspor. Lha wong cuma nyeberang pos perbatasan. Di petak PNG, saya membeli daging domba, asalnya dari Australia, diimpor oleh Papua Nugini. Harganya Rp 50 ribu. Bayar pakai uang rupiah.

Di tengah keasyikan menikmati empuknya daging dompa impor itulah, saya berkenalan dengan seorang berpakaian seadanya. Pakai tas kantung ala noken Papua, ia hanya bercelana tiga perempat dan berbusana baju compang-camping.

Kami berkenalan, dan belakangan tahu ia seorang intelijen TNI AD kita yang sedang melakukan operasi tertutup di perbatasan negara. Kami bertukar nomor ponsel dan terus berkontak. Setiap saya ke Papua, atau Surabaya. Atau saat Eko Shu, begitu panggilannya, ada di Jakarta.

Letnan Eko, berasal dari Lamongan. Isterinya dari Bima, Nusa Tenggara Barat. Mereka bertemu di Papua hingga punya dua anak. Beberapa tahun lalu, ia sangat girang mengabarkan dapat surat keputusan pindah tugas ke Kodam V/Brawijaya.

”Akhirnya kembali ke Jawa setelah 17 tahun mengabdi di Papua. Sesuai namanya, Kodam XVII/Cenderawasih. Itu sudah,” seloroh lelaki murah senyum ini.

Kemarin kami bertemu lagi, setelah sekian lama. Di Rumah Susun Pasar Rumput, Jakarta Selatan. Pria 40 tahun ini kelar tugas memimpin adik-adiknya sebulan bertugas di Jakarta. Dari persiapan HUT TNI 5 Oktober di Monas, dan diperpanjang sampai sukses mengamankan pelantikan Presiden-Wakil Presiden Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming 20 Oktober lalu.

Sebelum berpisah, Letnan Eko Shu menitip oleh-oleh makanan khas dan kopi ransum khas operasi para prajurit.

”Di hutan kita tak bisa memanaskan makanan dengan oven. Jadi, ada semacam kertas sebagai alat pemanas,” katanya memberi instruksi bagaimana menghangatkan biskuit itu.

Terima kasih oleh-olehnya. Biskuit dan kopi yang sangat enak. Selain rasa dan aromanya khas, dari situ kami membisa bayangkan betapa dahsyatnya kondisi teman-teman prajurit saat menjalani latihan tempur atau operasi militer berhari-hari, hingga mingguan atau bulanan di hutan.

Tersirat rasa bangga pada dirinya, karena selama di Jakarta, prajurit Kodam V/Brawijaya berkesempatan berbagi dan kaum papa di sekitar Stasiun Gondangdia, di sela tugas pengamanan tamu negara yang menghadiri pelantikan presiden kedelapan Indonesia.

”Kami bersyukur Yonif 500/Sikatan di bawah pimpinan Mayor Inf. Danang Rahmayanto dapat berbagi rezeki kepada warga sekitar Jakarta Pusat, di sela-sela PAM VVIP yang juga berlangsung lancar,” urainya.

Seorang ibu di kawasan Wahid Hasyim, Sumi’ah menyampaikan apresiasi dan terimakasih terhadap pasukan elit infanteri raider Mahastra Yudha asal Surabaya yang telah memberikan makan siang gratis di Jakarta Pusat.

“Kami berharap agar TNI senantiasa bersama rakyat. Terima kasih atas kebaikannya,” kata Sumi’ah.

Selamat kembali ke kesatuan, sahabat. Salam ’Bhirawa Anoraga’, gagah perkasa namun tetap rendah hati!

Leave a Reply

Your email address will not be published.