Penerbangan Perintis Kementerian Perhubungan, Memudahkan Warga Papua Bermobilitas
Siang itu, saya menjajal penerbangan perintis dari Bandara Domine Eduard Osok, Sorong, ibu kota Provinsi Papua Barat Daya menuju Ayawasi, Kabupaten Maybrat. Pesawat Grand Caravan Susi Air isi 12 orang membawa penumpang lokal, Orang Asli Papua yang bepergian antar daerah di provinsi baru nan sangat luas itu.
Dari Sorong menuju Ayawasi sangat sulit dilewati jalan darat. Lima jam dengan kondisi hutan, rawa dan sungai sangat lebar. Lewat jalur udara, cukup 30 – 45 menit tergantung cuaca.
Tapi, apa yang terjadi siang itu? Sejam mengudara, pesawat kembali ke Bandara DEO Sorong. RTB, Return To Base.
“Cuaca buruk, tidak memungkinkan untuk mendarat. Kami dapat laporan foto-foto situasi di bandara tujuan,” kata First Officer alias Copilot Kenneth Jauwnarta.

Para penumpang asli Papua turun. Baru bisa terbang lagi 2-3 hari kemudian. Mereka sudah bayar Rp 400 ribu, uang kembali separuhnya. Tujuan belum bisa tercapai, harus kembali menginap dan keluar biaya transportasi dari Bandara DEO Sorong. Luar biasa.
Pun demikian, kehadiran penerbangan perintis sangat membantu warga Papua. Tak semua bandara besar, banyak juga berupa lapter atau lapangan terbang seperti Ayawasi, Inanwatan, Kabare, Waisai, Teminabuan, Kepi, Tanah Merah, Dekai, Ilaga, Nabire, Mulia, Wasior, Enarotali, Kapiraya, Jila, Alama, Tsinga, Aroanop, dan lain-lain. Total ada 362 landasan pesawat di seluruh Papua.
Salut dan respek untuk saudara-saudari kaka, pace, mace di Papua. Juga bangga untuk pelayanan Direkorat Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan mengkoneksikan warga pedalaman Bumi Cenderawasih.