Sebuah adegan kecil tampak di mata saat berziarah di Natal lalu.
Minggu sore, 25 Desember 2022. Jelang berziarah ke makam ibu di Taman Pemakaman Seyegan, Sleman. Kok tumben banyak mobil parkir. Apakah ada pemakaman dalam jumlah besar? Atau ada acara lain?

Ternyata hari itu tengah berlangsung penutupan Pendidikan dan Latihan Dasar (Diklatsar) Banser Satkoryon Seyegan yang kali ini mengambil tema, ‘Istiqomah dalam Pergerakan Menuju Banser Militan’ di Kapanewon (wilayah administratif di DIY setara kecamatan) Seyegan. Dari spanduknya, acara sudah berlangsung hari ketiga, 23-25 Desember 2022.
Wah, saya bayangkan mereka berlatih di komplek pemakaman nan berlumpur. Berguling-guling, masuk ke sungai kecil. Semua untuk menguji militansi.

Terdengar suara sang inspektur ucara memberi motivasi, “Jangan pulang sebelum menang. Teruslah berjuang membela ahlussunnah wal jamaah, embela NKRI yang kita cintai. Insyaallah kita nulung agamane Allah, akan ditulung dunia akhirat,” ungkapnya dalam bahasa Jawa khas dialek Yogyakarta.
Banser, Barisan Ansor Serba Guna. Mereka inilah yang nyata ada di masyarakat tanpa pamrih. Mengamankan ibadah Natal di gereja. Berada di lokasi bencana. Membantu menertibkan situasi keramaian di stasiun kala puncak mudik. Dan lain-lain.
Bisnis Indonesia melansir, Banser berdiri sejak tahun 1930 an, atau empat tahun setelah NU didirikan. Sesuai namanya, Banser menjalankan berbagai fungsi sosial kemasyarakatan, seperti pengaturan lalu lintas, pengamanan sebuah acara hingga tenaga relawan saat terjadi bencana. Sebelum resmi menjadi nama Banser, dalam catatan sejarah disebutkan cikal bakal Banser berawal dari dibentuknya Barisan Ansor Nahdlatul Ulama (BANU) yang diinisiasi oleh Gerakan Pemuda Ansor. Pembentukan BANU kemudian mendapatkan respons secara positif. Hal itu dibuktikan pada Muktamar NU ke-15 di Surabaya, dimana NU saat itu mengesahkan AD/ART BANU, seragam, mars resmi Al-Iqdam, atribut-atribut, serta yang paling penting diperbolehkannya mereka memainkan terompet dan genderang.

Pendirian BANU merupakan respons terhadap kemunculan organisasi-organisasi kepanduan saat itu. Sifatnya yang menitikberatkan pada aspek kebangsaan dan pembelaan tanah air juga memperlihatkan respons nasionalistis NU. Layaknya organisasi kepanduan lainnya, BANU saat itu menjalankan berbagai kegiatan seperti: Pendidikan baris-berbaris Latihan lompat dan lari Latihan angkat-mengangkat Latihan ikat-mengikat (pioner) Fluit Tanzim (belajar kode atau isyarat suara) Isyarat dengan bendera (morse) Perkampungan dan perkemahan Belajar menolong kecelakaan (Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan atau PPPK) Musabaqoh fil Kholi (pacuan kuda) Muromat (melempar lembing dan cakram).
Ketika Jepang menduduki Indonesia pada 1942, banyak anggota Gerakan Pemuda Ansor umumnya dan Banser khususnya yang direkrut dalam pelatihan militer. Laskar Hizbullah yang kemudian dikenal sebagai salah satu laskar penting dalam perang kemerdekaan diisi oleh banyak anggota Gerakan Pemuda Ansor dan Banser.

Periode Jepang ini diyakini turut membentuk watak paramiliter sekaligus watak nasionalistis dari Banser. Sekarang Banser banyak berperan dalam penjagaan, pengaturan, dan pengamanan acara-acara yang digelar oleh NU dan organisasi-organisasi afiliasinya.
Namun, peran ini tidak hanya terbatas di kalangan NU, mereka juga sering kali terlibat dalam penjagaan, pengaturan, dan pengamanan acara-acara keagamaan dan sosial di luar yang digelar NU. Kehadirannya ini secara umum bisa diterima karena memang diakui masih kurang dan terbatasnya aparat kepolisian dengan rasio jumlah penduduk di Indonesia.
Dengar dan hayatilah Mars Banser yang keren ini,
“Izinkan ayah Izinkan ibu
Relakan kami pergi berjuang
Di bawah kibaran bendera NU
Majulah ayo maju serba serbu (serbu)
Tidak kembali pulang
Sebelum kita yang menang
Walau darah menetes di medan perang
Demi agama ku rela berkorban
Maju ayo maju ayo terus maju
Singkirkanlah dia dia dia
Kikis habislah mereka
Musuh agama dan ulama
Wahai barisan Ansor serbaguna
Di mana engkau berada (di sini)
Teruskanlah perjuangan
Demi agama ku rela berkorban…”
