Tentu saja, yang paling dinanti dari petulangan di Raja Ampat adalah berkelana dari pulau ke pulau di gugusannya nan indah.
Tapi, apakah ‘island hopping’ semudah itu, Ferguso?
Ampuuuun… Saya sudah terbiasa terbang, atau perjalanan darat sekian jauh. Tapi, urusan bersahabat dengan ombak, tampaknya mesti alert benar. Daripada mabuk laut akibat perut terguncang seperti dalam pelayaran menuju Nusa Penida Juni lalu.
Dari penginapan Raja Ampat Dive Resort, kami bermobil 30 menit ke pelabuhan speed Falaya, Waisai. Naiklah kami, belasan orang di speed bernama ‘Numberi Brothers’.
Bak disetel, saya langsung pasang wajah pucat. Begitu pula beberapa kawan lain. Baru 3 menit Samuel, kaptain kapal cepat kami menjalankan speedboat dengan kencang, pemimpin perjalanan meminta balik.
”Balik, balik, kembali ke dermaga,” kata Kepala Bandara Marinda Ardi Rasyid dengan kencang, bak memerintahkan pesawat RTB atau Return to Base karena cuaca buruk.
Menurutnya, ombak sangat tinggi, hingga 1,4 meter. Kecepatan angin pun sangat kencang, mencapai 15 knot per jam.
Saya bersyukur. Balik. Duduk-duduk di tepian pelabuhan, minum kopi dan bercengkerama.
Sebagai hiburan, kami pun menuju Sanggar Mankobon, seperti ada pada tulisan sebelumnya.
Tapi, dasar sudah sewa kapal sehari, di jam makan siang kami dapat aba-aba berangkat lagi. Kali ini kapal menjemput di Putra’s Resort. Dari situ kami berlayar dekat-dekat saja. Pasir Timbul, namanya.
Tak usahlah jauh-jauh ke Piaynemo yang fenomenal dan gambarnya kita jumpai di mana-mana untuk menggambarkan keindahan gugusan pulau-pulau kecil Raja Ampat.
Ada Pulau Roti tak berpenghuni yang memang bentuknya menyerupai roti. Juga Pasir Timbul di Pulau Mansuar menyajikan pesona pasir putih di tengah lautan, menarik minat wisatawan untuk menghampiri. Air lautnya jernih dan bersih. Spot yang menarik untuk foto bersama.
Setelah itu kami menuju Pulau Friwen. Surga bawah laut yang cocok untuk snorkeling atau seperti saya, sekadar duduk di kursi panjang, tertidur menghadap hamparan lautan.
