“Pecinta sejati tidak akan pernah menyerah sebelum kematian itu sendiri datang menjemput dirinya.”
Satu lagi buku karya Tere Liye. Cukup absurd perjalanannya, terutama endingnya. Tapi, nikmati saja. Sebagaimana karya-karyanya yang umumnya memang happy ending.
Tokohnya bernama Jim. Seorang pemusik nan pemalu. Termasuk tak punya keberanian melamar Nayla, kekasihnya. Ia bertemu dengan seorang tua yang kerap datang ke hidupnya. Menamai diri sebagai ‘Sang Penandai’.
Jim sedih karena Nayla mati. Setidaknya begitu kisah di awal. Terbujur kaku setelah meminum cairan di botol. Dalam kegelapan hidupnya, Jim memutuskan untuk mengikuti saran orang asing tua itu. Ikut berlayar bersama kapal ’Pedang Langit’, yang bersama 40 kapal lain terus mengarungi samudera ke selatan, menemukan Tanah Harapan. Kelak, dalam fantasi, kita bisa merasa bahwa gugusan lima pulau besar yang dituju ’Armada Kapal Terapung’ dalam Tanah Harapan itu adalah Indonesia.

Perjalanan kapal yang dipimimpin Laksamana Ramirez itu bukannya baik-baik saja. Mereka menghadapi serangan Perompak Yung Zhuyi dalam perang nan panjang, diterpa badai besar karena menangkap kura-kura raksasa, serta membantu Kerajaan Champa saat menghadapi pemberontak. Pun saat transit di sebuah pulau di mana terdapat gunung ’Puncak Adam’ kisah roman plus pertarungan hebat pun terjadi.
Pada akhirnya, mereka sampai di Tanah Harapan. Masih melalui pertempuran hebat. Dan, seperti buku-buku lain, Tere Liye melukiskan kecamuk senjata dengan begitu detail.
Setelah keok dalam pertarungan melawan perawan, Jim dan Pate sahabatnya tiba-tiba melek dan melihat bahwa Nayla masih hidup. Kisah Jim tak berpaling saat menemukan perempuan mirip Nayla di desa Puncak Adam dan Kerajaan Champa pun terbayar. Cerita tamat dalam 278 halaman.
Inilah kisah tentang harapan, kesabaran, perjalanan panjang, dan upah atas kesetiaan.
