Manifesto Kecab Amos

Saya pernah menulis tentangnya di weblog ini kala dia datang ke tempat kerja saya dulu. Tapi kali ini situasinya berbeda. Hotasi Maringan Amos Tampubolon baru saja mendapat amanah sebagai Ketua Badan Cabang Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (BPC GMKI) Surabaya 2024-2026.

Di Mie Gacoan, Kreo, perbatasan Jakarta Selatan-Tangerang, Amos tak ragu menggambarkan manifesto dirinya. Saat saya menyodorkan secarik kertas dan bolpoin, ia tak ragu menggambarkan rancangan linimasa kehidupan dirinya kelak. Tentu saja semua atas nama ’Jika Tuhan Mengizinkan’.

Setelah dipancing dengan atribusi, 2025 sebagai ’Kecab’ -demikian kami biasa menyapa ketua cabang gerakan di sebuah kota, pria kelahiran 23 Desember 2000 itu runut menulis gambar dirinya ke depan.

”2025 ini juga harus wisuda,” kata Amos, mahasiswa Program Studi Ilmu Politik FISIP Universitas Airlangga angkatan masuk 2019/2020. Ia sekelas dengan Ketua Komisariat GMKI Unair, Bintang Arko. Mereka satu angkatan di atas politisi muda PDI Perjuangan yang sedang moncer-moncernya, Aryo Seno Bagaskoro.

Setelah wisuda, Amos punya cita-cita masuk sebagai Pengurus Pusat GMKI 2027. Posisinya pun dia pancang jelas, Ketua Bidang Organisasi DPP GMKI.

”Di antara itu, saya harus punya pekerjaan sampingan yang mendukung,” kata pria berdarah Sumatra Utara asal Bekasi itu.

Amos terpilih sebagai Kecab GMKI Surabaya melalui Konferensi Cabang XLIII di Pacet, Mojokerto, awal Desember lalu. Selain rencana berorganisasi, ia memasang target menikah antara 2027-2029.

”Calonnya sih masih dipersiapkan oleh Tuhan alias masih belum ada,” katanya sambil tertawa, sembari menyantap Mie Suit, varian dari Mie Gacoan yang tidak ada unsur pedasnya sama sekali.

Setelah masuk PP GMKI, putra salah seorang mantan aktivis Partai Kristen Indonesia (Parkindo) ini bertekad maju, mencalonkan diri sebagai Ketua Umum GMKI pada Kongres 2029.

”Ya, kalau Tuhan mengizinkan terpilih, saya senang sekali kalau bisa melayani sebagai ketua umum pengurus pusat GMKI,” tukasnya.

Setelah itu, di kontestasi Pemilu 2034 ia ingin maju sebagai calon legislator. Butuh tiga tahun baginya untuk bersiap sejak 2031, sejak usai pelayanan sebagai Ketua Umum PP GMKI.

”Partainya apa, saya belum menentukan. Nanti saja dilihat,” ungkapnya.

Setelah target tembus legislatif, lima tahun kemudian (2037-2039) ia bersiap naik level. Kalaupun tetap di legislatif harus naik kelas, atau maju sebagai calon kepala daerah. Agama bukan hambatan baginya.

”Di daerah mana, lihat saja nanti, ikut tuntunan yang Tuhan kehendaki. Kita jangan terjebak sindrom minoritas-mayoritas,” tukasnya.

Sebagai mahasiswa Ilmu Politik, garisnya sangat jelas.

”Saya ingat kata Basuki Tjahaja Purnama, kalau mau bantu orang dengan optimal, Jadilah seorang pejabat. Karena dengan menjadi seorang pejabat, kita bisa memformulasikan kebijakan yang dibuat dengan muara pada rakyat kecil. Sehingga melalui kebijakan tersebut, kita telah manusia berguna bagi banyak orang,” urai anak kedua dari tiga bersaudara itu.

Sayang, waktu kami tak banyak. Sebagai anak yang baik dan jarang-jarang pulang ke Jabodetabek, Amos harus bergegas memenuhi janji menjemput sang ayah di Bandara Soekarno – Hatta.

Kami berpisah. Laki-laki setinggi 181 cm ini memasuki kendaran yang ia bawa dan segera bergegas menjemput sang ayah tercinta. Semoga gambaran masa depan ’orang politik’ itu tercapai. Bung Karno bilang, gantungkan cita-citamu setinggi Langit! Bermimpilah setinggi langit. Jika engkau jatuh, engkau akan jatuh di antara bintang-bintang.

Good luck, Amos, may God bless you…

Leave a Reply

Your email address will not be published.