Meminjam buku Tere Liye dan membacanya sebagai buku kesebelas karyanya.
Harapannya, membaca pada suasana Imlek sesuai judul buku. Karena begitu suka, h minus dua sebelum Sin Cia pun sudah tamat.
Kalau kebanyakan cerita lain bersetting Sumatra atau Jakarta, berbeda dengan novel lainnya, 507 halaman ’ Kau, Aku, dan Sepucuk Angpau Merah’ ditulis Tere Liye berlatar Pontianak. Pun begitu, Tere Liye sangat fasih menjelaskan segala hal tentang kota terbesar di Kalimantan Barat itu. Dari asal muasal nama, Sungai Kapuas, sepit dan dermaga pelabuhan, sampai tapal batas Entikong hingga detail kota Kuching di Serawak, Malaysia.
Novel bercover oranye ini berkisah tentang takdir cinta. Bahwa sebuah perjalanan dalam hidup ini kadang tak kita mengerti begitu bertaut satu sama lain. Dari peristiwa lalu yang ternyata amat penting namun tak kita sadari itu ternyata menenun takdir di kemudian hari.
Ceritanya khas Tere Liye, maju mundur. Dari kisah Borno, pria yang menjadi tokoh sentral buku ini, kita belajar akan makna kesetiaan, kerja keras, dan kegigihan untuk menjemput keberhasilan. Siapa yang menyangka, dada ayahnya yang dibedah, diambil jantungnya untuk ditransplantasikan kepada seorang kaya, berbuntut panjang pada kisah cintanya ke depan.
Berbagai kutipan menarik ada di buku ini. Bahkan Fimela merangkum 27 kutipan menarik.
” Cinta sejati selalu menemukan jalan, Borno. Ada saja kebetulan, nasib, takdir, atau apalah sebutannya.”
Ucapan Pak Tua, sahabat sesama penarik sepit di Kapus, meneguhkan Borno, bahwa dalam mengejar Mei -cinta sejatinya- tak perlu ’ngoyo’. Sudah habis ratusan keping uang logam ia gunakan untuk menelpon alamat Mei berbekal buku telpon di klinik pengobatan alternatif di Surabaya, hingga tiba-tiba Mei menjumpainya di meja penerima tamu klinik yang sama.
”Langit selalu punya skenario terbaik. Saat itu belum terjadi, bersabarlah. Isi hari-hari dengan kesempatan baru. Lanjutkan hidup dengan segenap perasaan riang.”
Bacalah novel ini, sebagai penyemangat hidup dan cinta abadi itu. Dan biarkan harapan itu membuat hidup jadi berbinar. Laksana nasihat Pak Tua,
“Ada tujuh miliar penduduk bumi saat ini. Jika separuh saja dari mereka pernah jatuh cinta, maka setidaknya akan ada satu miliar lebih cerita cinta. Akan ada setidaknya 5 kali dalam setiap detik, 300 kali dalam semenit, 18.000 kali dalam setiap jam, dan nyaris setengah juta sehari-semalam, seseorang entah di belahan dunia mana, berbinar, harap-harap cemas, gemetar, malu-malu menyatakan perasaanya.”