Komisi II DPR RI memberikan apresiasi atas capaian Pemerintah Kota Semarang dalam mengelola dana Transfer ke Daerah (TKD) yang dari tahun ke tahun menunjukkan tren positif. Namun demikian, terdapat sejumlah tantangan yang mengemuka.
Realisasi Dana Alokasi Umum (DAU) tahun 2025 tercatat 55,72%, di mana sebagian besar masih didominasi untuk belanja pegawai dan layanan dasar.
Pesan itu tersampaikan dalam Kunjungan Kerja Spesifik Komisi II DPR RI ke Pemerintah Kota Semarang, Provinsi Jawa Tengah, pada Jumat, 22 Agustus 2025, dalam rangka melaksanakan fungsi pengawasan terhadap pengelolaan dan pemanfaatan Transfer ke Daerah (TKD) Tahun Anggaran 2024/2025.

Kegiatan yang dipusatkan di Kantor Wali Kota Semarang ini dipimpin Wakil Ketua Komisi II DPR RI Aria Bima (Fraksi PDI Perjuangan), beserta anggota tim Ahmad Doli Kurnia Tandjung (Fraksi Partai Golkar), Azis Subekti (Fraksi Partai Gerindra), Habibur Rochman (Fraksi Partai Nasdem), dan Ahmad Heryawan (Fraksi PKS).
Tim Kunjungan Kerja Spesifik Komisi II DPR RI diterima Wakil Wali Kota Semarang Iswar Aminuddin, Pj Sekda Kota Semarang Budi Prakosa, Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kota Tuning Sunarningsih, Inspektur Pemkot Semarang Sumardi, Kepala Perwakilan BPK Provinsi Jateng Ahmad Luthfi Rahmatullah, Kepala KPPN Semarang I Sujianto, Kasubdit Wilayah II Ditjen Otonomi Daerah Kemendagri Eka Sastra Efendi, Kajari Kota Semarang Candra Saptaji, Kasat Reskrim Polrestabes Semarang AKBP Andika Dharma Sena, dan Mayor Slamet Muhadi dari Kodim Kodim 0733/BS Semarang.
”Semangat Komisi II DPR RI adalah menjaga otonomi daerah dengan spirit desentralisasi. Desentralisasi tak hanya secara politik dan administratif tapi juga secara ekonomi, karena itulah memberdayakan berbagai aset untuk peningkatan Pendapatan Asli Daerah menjadi hal yang sangat penting,” kata Aria Bima.
Berdasarkan data, alokasi TKD Kota Semarang meningkat dari Rp1,844 triliun (2022), menjadi Rp1,909 triliun (2023), Rp2,002 triliun (2024), hingga Rp2,083 triliun pada 2025, dengan realisasi per 21 Agustus 2025 mencapai 62%.
Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik 2025 memiliki pagu Rp15,21 miliar, namun realisasinya baru 4,20%. DAK Non-Fisik dengan pagu Rp497,71 miliar baru terserap 47,70%, sementara Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) dari pagu Rp27,16 miliar baru terealisasi 24,62%. Adapun Dana Insentif Fiskal (DIF) sebesar Rp29,55 miliar baru terealisasi 3,71% karena adanya perubahan lokus kegiatan.

Dalam pertemuan ini, Pemerintah Kota Semarang menyampaikan sejumlah permasalahan utama dalam pengelolaan TKD, antara lain:
- Adanya mandatory spending/earmark yang mempersempit ruang fiskal sehingga daerah tidak leluasa menyesuaikan dengan kebutuhan prioritas.
- Turunnya juklak/juknis yang sering tidak sesuai jadwal penyusunan APBD, sehingga alokasi DAK harus disesuaikan melalui pergeseran anggaran.
- Proses pengadaan barang/jasa yang kerap molor.
- Kurangnya optimalisasi Rencana Kegiatan (RK) terhadap alokasi DAK Fisik.
- Kebijakan pemerintah pusat yang menambah beban keuangan daerah tanpa tambahan anggaran, misalnya rekrutmen PPPK.
Komisi II DPR RI menilai persoalan tersebut penting untuk mendapat solusi bersama kementerian/lembaga terkait. Beberapa isu strategis yang menjadi perhatian Komisi II antara lain:
- Penguatan fungsi pengawasan agar TKD lebih berorientasi pada outcome, bukan sekadar realisasi anggaran.
- Mandatory spending yang kaku sehingga perlu fleksibilitas berbasis kebutuhan riil, bahkan opsi clustering kebutuhan di tingkat provinsi/kabupaten.
- Sinkronisasi pusat–daerah dalam implementasi program nasional, seperti Program Makan Bergizi Gratis (MBG) dan sekolah rakyat gratis.
- Kemandirian fiskal daerah melalui penguatan PAD, optimalisasi BUMD, serta inovasi sumber pendapatan baru tanpa membebani masyarakat.
- Efisiensi belanja daerah sesuai Inpres No. 1 Tahun 2025, dengan prinsip spending better, not spending less.
Pemerintah Kota Semarang juga menyampaikan harapan bahwa pada 2026, Semarang dapat semakin mandiri, dengan dukungan posisi strategis sebagai simpul transportasi nasional serta pengembangan kawasan industri dan jasa. Revitalisasi Pelabuhan Tanjung Mas dan pembangunan Kawasan Industri Batang disebut sebagai motor utama penguatan PAD dan daya saing kota.

”Di Kota Semarang, kami berkomitmen untuk melaksanakan pengelolaan keuangan daerah. secara transparan, akuntabel, dan berorientasi pada hasil. Upaya ini sejalan dengan semangat reformasi birokrasi serta dorongan untuk menghadirkan tata kelola pemerintahan yang bersih dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat,” kata Wawali Semarang Iswar Aminuddin.
Komisi II DPR RI mendorong beberapa langkah strategis untuk menindaklanjuti hasil kunjungan ini, yaitu:
- Meminta Pemkot Semarang menyampaikan data tertulis terkait alokasi–realisasi TKD, progres kegiatan, hambatan, dan rencana percepatan serapan 2025.
- Mempercepat realisasi DAK Fisik melalui finalisasi RK, percepatan proses PBJ, serta pengawalan oleh OPD teknis.
- Menajamkan penggunaan DAU agar layanan dasar tetap terjaga dengan efisiensi belanja aparatur.
- Mengoptimalkan DBHCHT dan DIF agar tepat sasaran dan tidak terhambat perubahan lokus kegiatan.
- Menyusun rencana aksi efisiensi sesuai Inpres 1/2025 dengan tetap menjaga kualitas pelayanan publik.
”Lakukan kajian prioritas, terutama mana yang menjadi mandatory spending, Semarang harus punya lompatan 10 tahun ke depan, antara lain dengan melakukan redefinisi APBD. Selain itu, libatkan penggunaan artificial intelligence dalam pembangunan berwawasan teknologi,” kata Azis Subekti.

Sementara itu, Ahmad Doli Kurnia menggarisbawahi penurunan anggaran transfer ke daerah dalam RAPBN 2026 menjadi Rp 650 triliun atau turun 24,8% dibandingkan APBN 2025. Pada APBN 2025, pemerintah menetapkan dana transfer ke daerah mencapai Rp 848,52 triliun.
“Bagaimana strategi daerah mengatasi hal ini. Jangan apa-apa kemudian malah mencari solusi yang memberatkan. Karena pusing mengurus pendapatan daerah tidak naik-naik, akhirnya mencari jalan pintas yang makin membebani rakyat,” tegasnya.
Ahmad Heryawan meminta agar pemerintah daerah berfokus meningkatkan akses kepada air bersih dan pengelolaan sampah, sehingga biaya pengobatan warga jadi turun.
“Mandatory spending harus menjamin agar kehendak pusat benar-benar dilaksanakan daerah. Bagaimana bisa bekerja keras, dalam kondisi TKD berkurang, tapi tuntutan prestasi kota dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) harus naik.” kata Gubernur Jawa Barat 2008-2018 ini.

Senada dengan itu, Habibur Rochman meminta ke depan, pemerintah daerah dapat mencari pola berkomunikasi dengan Kementerian Dalam Negeri, bagaimana agar daerah bisa menaikkan PAD sementara TKD justru dikurangi.
Komisi II DPR RI berkomitmen membawa seluruh masukan dari Kota Semarang ke tingkat pembahasan lebih lanjut dalam Rapat Kerja dan Rapat Dengar Pendapat dengan Kementerian Keuangan, Kementerian Dalam Negeri, serta kementerian/lembaga terkait lainnya. Tujuannya adalah memastikan bahwa TKD benar-benar menjadi instrumen fiskal yang efektif untuk memperkuat layanan dasar, meningkatkan kemandirian fiskal daerah, dan memberikan dampak nyata bagi kesejahteraan masyarakat.
“Pergi ke Lawang Sewu bertamasya,
sejarah terjaga penuh makna.
Efisiensi keuangan kita kawal bersama,
demi pelayanan publik yang utama,” pungkas Aria Bima berpantun.
