
Di lantai 28 Gedung Energi, kawasan bisnis Sudirman, Kamis (5/8), sebuah buku diluncurkan dalam suasana semarak. Kemewahan terlihat, selain dari lokasi acara di jantung Jakarta, juga dari desain acara yang teratur, dan ketatnya pengamanan menuju lokasi pertemuan. “Iya dong, jangan sampai ada preman Nurdin Halid masuk, seperti saat peristiwa Kongres Sepakbola Nasional di Malang,” kata Yon Moeis, wartawan olahraga Tempo yang menyampaikan undangan menghadiri acara itu. Panitia acara ini, para jurnalis olahraga senior dan juga staf humas Grup Medco, menyambut tamu dalam balutan jersey merah, kostum timnas sepakbola Indonesia.
“Buku Putih Reformasi Sepak Bola Indonesia”, itu judul buku yang diprakarsai Arifin Panigoro dkk dengan mengibarkan bendera .Gerakan Reformasi Sepak Bola Nasional Indonesia (GRSBNI). Arifin menuangkan gagasannya, agar sepakbola Indonesia dapat menembus pentas dunia, bersama para wartawan olahraga senior seperti Yesayas Oktavianus, Yon Moeis, Kesit Budi Handoyo, Abi Hasantoso, Arya Abhiseka, dan kawan-kawan.
“Salah satu cara mutlak kebangkitan sepakbola Indonesia dengan mengembangkan institut sepakbola,” kata Arifin, ,yang mengaku sudah menyiapkan 25 hektar lahan di Puncak, Jawa Barat, untuk pendirian institut olahraga Indonesia. Arifin mengaku mendapat inspirasi dari Australian Institute of Sport. “Saat ini Australia tercatat sebagai negara pengumpul medali emas terbanyak per kapita di Olimpiade mengalahkan Kuba,” kata mantan anggota DPR dari PDI-P itu dalam obrolan peluncuran buku.
Buku putih ini memang diresmikan dalam sebuah diskusi singkat dengan pembicara Arifin dan Toriq Hadad, mantan pemred Koran dan Majalah Tempo. dimoderatori wartawan Kompas Budiarto Shambazy. Toriq sempat melempar pertanyaan ke audiens, tampak di antaranya beberapa mantan pelatih dan pemain sepakbola nasional, “Seandainya kita datangkan Mourinho, del Bosque, dan Joachim Loew untuk melatih para pemain terbaik kita, termasuk menaturalisasi pemain Indonesia yang kini main di luar negeri, apakah kita mampu masuk Piala Dunia 2014? 2018?” Alih-alih menjawab pertanyaan itu, Toriq kemudian menggarisbawahi, “Mau program jalan pintas macam pengiriman PSSI Garuda, Primavera, dan lain-lain tak akan berhasil. Pada dasarnya, kita ini punya problem dengan teknik dasar bermain bola,” katanya.
Toriq menegaskan, keberhasilan Australia, Jepang, dan Perancis dalam Piala Dunia tak lepas dari pembinaan sepakbola usia dini secara berkesinambungan. “Tak ada hasil bagus yang dicapai secara instan. Semua butuh keringat, dana, dan pengorbanan,” kata Toriq Hadad
“Saya memang sengaja tak terlibat dalam pembuatan buku ini, biar berjarak,” kata Toriq, yang pernah lama menjadi wartawan olahraga itu. Ia menegaskan, pembicaraan tentang terpuruknya sepakbola Indonesia membuat gairah baru dalam diskursus olahraga kita. “Ada hal-hal yang selama ini seolah-olah mati menjadi hidup kembali.Perubahan di PSSI merupakan sesuatu yang tak bisa dielakkan lagi,” kata Toriq.
Adapun Arifin memilih mengelak saat para undangan, dikompori Ketua Umum Persebaya Saleh Ismail Mukadar, mendesaknya menjadi calon Ketua Umum PSSI menggantikan Nurdin Halid yang masa jabatannya habis pada 2011. “Ini soal politik tingkat tinggi. Kalau kita membahas itu, nanti kita tidak membahas sepakbola, tapi membahas politik,” tangkisnya. Arifin lebih suka bicara konsep pembinaan sepakbola jangka-panjang dan perbaikan kompetisi dalam negeri.
Hasil kajian “Buku Putih Reformasi Sepak Bola Indonesia” setebal 166 halaman itu draft- nya sudah pernah disampaikan kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Menpora Andi Mallarangeng, dan Ketua Umum KONI Pusat Rita Subowo di sela-sela nonton bareng final Piala Dunia 2010 di Cikeas bulan lalu.
Buku ini seolah menjawab tantangan amanat presiden, agar sepakbola Indonesia mampu menjadi yang terbaik di Asia Tenggara 5 tahun lagi, dan jawara di Asia 10 tahun mendatang. Pada Sidang Kabinet Terbatas tentang Politik, Hukum dan Keamanan, Perekonomian dan Kesra, 5 Juli 2010 lalu, SBY berujar, “Masalah dunia persepakbolaan di Indonesia terjadi karena Indonesia tidak bertekad. Dalam jangka menengah ini, ya tidak usah juara dunia, tidak usah papan dunialah. Tapi bisa sampai di Asia Tenggara dulu, Sea Games, syukur-syukur ke Asia. Kongres Nasional Sepak bola sudah kita lakukan di Malang. Kalau tidak ada langkah-langkah yang konkret, sampai lebaran kuda, kita punya sepak bola ya begini terus. Oleh karena itu, mari kita berikhtiar.”
Mari kita tunggu, apakah buku dan gerakan yang digagas raja minyak bersama para wartawan senior ini akan menghasilkan perubahan nan masif dan mencetak sejarah emas kebangkitan sepakbola Indonesia? Atau jangan-jangan berhenti di kemewahan acara peluncurannya saja…