Ini sebuah kisah tentang hadiah dalam sebuah peliputan -lazim disebut sebagai doorprize- yang dilakukan sebagai bentuk media relations sebuah konsultan komunikasi terhadap para jurnalis.
Senin lalu (9/8) antara jam 10.00-12.00 WIB, saya menghadiri jumpa pers kampanye “Waspada Penipuan Undian Berhadiah” di kantor Kementerian Sosial Salemba, yang digelar Kemsos bersama 12 perusahaan lain seperti PT Pos, Kraft, Santos Jaya Abadi, Unilever, BNI 46, Nestle, Frisian Flag, Kao, Garuda Food dan Sari Husada. Event organizer sekaligus pengundang acara ini yakni Radityo Djajoeri, yang selama ini dikenal sebagai administrator milis mediacare@yahoogroups.com
Selepas acara yang dipandu artis Becky Tumewu ini, dilakukan penarikan doorprize untuk 16 wartawan dari media cetak, elektronik, dan online. Nomer undian yang saya miliki “0126” -saya dapat saat registrasi- dipanggil untuk mendapatkan DVD Player, mereknya Denpoo. Selain doorprize yang dibagikan terbatas itu, setiap wartawan mendapat goodie bags berisi produk pendukung acara misalnya Biskuat, Kopi Kapal Api, Dancow, deterjen, dan lain-lain.
Sepulang dari lokasi acara, saya resah. Mau diapakan DVD ini. Seperti ada perasaan menyesal mengapa nomer saya ditarik sebagai pemenang. Kulemparlah persoalan ini ke milis Pengurus AJI Jakarta, meminta pendapat kawan-kawan. Jawabannya rata-rata seragam, menganjurkan agar saya mengembalikan pemberian/hadiah DVD Denpoo itu. Beberapa kawan memberi pendapat lebih ekstrim, “Kalau saya mendapat kupon doorprize pada sebuah acara, langsung saya sobek-sobek kupon itu.” Ada juga yang mengaku pernah mendapat doorprize lalu diberikan ke sopir televisi, atau bahkan sama sekali tidak pernah melempar kartu nama ke bowl resepsionis.
Mendapat beberapa pencerahan itu, saya pun mengirim sms dan email ke Radityo Djajoeri, menjelaskan bahwa sesuai kode etik jurnalis saya tak layak menerima hadiah itu. Pilihannya adalah mengembalikan pada panitia, atau menyumbangkannya ke panti sosial. Radityo setuju pada pilihan kedua. Belakangan Radityo, dan juga Ketua Panitia Kampanye “Waspada Penipuan Undian Berhadiah” dari pihak Unilever, membalas email berupa permintaan maaf.
Saya memutuskan menyampaikan hadiah itu kepada Panti Jompo “Waluyo Sejati Abadi” di Kramat V, Jakarta Pusat. Panti berisi 15 kakek dan nenek ini penghuninya merupakan korban peristiwa G 30 S/PKI. Mereka yang dianggap tersangkut kegiatan PKI kemudian dihukum, didiskriminasi pemerintahan Orde Baru dan nasibnya terlunta-lunta. Hingga pada 2004, Taufik Kiemas menghibahkan rumah itu untuk tempat berkumpul mereka di hari tua, dengan peresmian prasasti ditandatangani mantan presiden KH Abdurrahman Wahid.
“Saya berterimakasih atas hadiah ini. Hitung-hitung buat nambah umur,” kata Lestari Puji Kinasih, perempuan 76 tahun yang didapuk sebagai koordinator panti jompo itu. Selain DVD baru, saya yang datang bersama rekan sekantor menyertakan tiga DVD berisi lagu keroncong perjuangan.
Perasaan saya sedikit lega setelah hadiah DVD Denpoo itu tak lagi nongkrong di bawah meja kerja kantor saya di Gondangdia, Jakarta Pusat. Tapi, memang akan menjadi lebih baik kalau saya tak menjamah sama sekali sebuah pemberian dari panitia penyelenggara acara.
Jojo Raharjo