Kuliah lagi, buat apa lagi?

Kuliah lagi di kampus megah. bukan buat gagah-gagahan.

Tak semua orang berpikir sama dan sebangun saat saya mengutarakan niat untuk kuliah lagi. Ibarat “testing the water”, saya lemparkan rencana mendaftar Program Pasca Sarjana Universitas Mercu Buana, mengambil Magister Ilmu Komunikasi kelas karyawan (kuliah akhir pekan), dengan konsentrasi peminatan “Corporate Communication”.

Di antara pendapat yang tak sepakat terucap kalimat miring, “Ah, cuma nghambur-hamburin duit aja.” Selebihnya berujar, “Tega sekali kuliah di hari Minggu,” menggarisbawahi pengorbanan untuk keluar rumah di slot waktu yang sebenarnya untuk ibadah dan keluarga.

Dan sore tadi, keinginan itu telah menjadi keputusan yang termeteraikan. Bersama 294 orang lain, saya mengikuti prosesi pembukaan Program Kelas Karyawan Angkatan XVII di Kampus Meruya, Jakarta Barat. Di antara mahasiswa baru kelas khusus ini, 66 kepala di antaranya mengambil Program Magister Ilmu Komunikasi, menunjukkan tingginya minat di bidang keilmuan ini.

Banyak alasan orang memilih kuliah post-graduate. Misalnya untuk ngecharge baterei pengetahuan di kepalanya, meningkatkan kepangkatan, atau menimba ilmu di bidang yang sama sekali baru di luar ijazah S-1. Tapi alasan paling tepat, tampaknya, karena dalam hidup seharusnya manusia tak boleh berhenti belajar. “Data kami menunjukkan, usia tertinggi mahasiswa pada angkatan kelas karyawan kali ini adalah 56 tahun. Sebuah usia yang, dalam struktur pegawai negeri pada umumnya, justru masuk awal masa pensiun,” kata Direktur Program Magister Pascasarjana Universitas Mercu Buana, Ir. Dana Santoso, M.Eng.,Sc.,PhD.

Ijazah S-1 Sarjana Sosial dari Program Studi Ilmu Komunikasi Fisip Unair saya terima dari Dekan Hotman Siahaan dan Rektor Puruhito pada 19 Maret 2003. Butuh waktu lebih dari 7 tahun untuk memutuskan kembali menyandang status mahasiswa. Selama ini, saya berkeras kalau upgrading ilmu bisa didapatkan melalui serangkaian kursus singkat beraroma praktis. Tapi, tentu bukan karena semata saya hidup di negara yang masih menganggap penting gelar sehingga akhirnya tekad kuliah formal kembali diambil. Semata karena saya bukanlah Ashadi Siregar, begawan media Yogya yang menolak kuliah lagi, dan justru dengan hanya gelar Strata Satu malah menjadi pengajar pada Program Kajian Budaya dan Media, Sekolah Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada.

Catatan ini diketik hari ini, 29 Agustus 2010. Semoga dua tahun lagi, jika Tuhan mengizinkan, saya kembali menulis, menyelesaikan apa yang telah dimulai hari ini…

0 Replies to “Kuliah lagi, buat apa lagi?”

Leave a Reply

Your email address will not be published.