Kalau Anda membaca blog ini pada 19 Agustus 2011, maka pada tanggal yang sama, lima tahun silam, kami –saya dan Celi, isteri saya- tengah berdebar menjalani sebuah ritual penting dalam memulai kehidupan baru bernama pernikahan. Sabtu itu ada dua ritual. Satu prosesi keagamaan, pagi di Kapel Bellarminus, Universitas Sanata Dharma, Mrican, Yogyakarta, dan satu lagi, bakda tengah hari, jamuan untuk kerabat dan teman di Wisma Kagama, Universitas Gajah Mada.
Kini, lima revolusi telah berlalu. Sebagaimana bumi mengitari matahari berevolusi dalam setahun, kami telah lima kali mengelilingi sang surya. Bersama-sama. Kini bahkan dunia menjadi ramai dengan teriakan-teriakan Mikhael Einzel Raharjo, “orang ketiga” dalam perjalanan keluarga kami yang hadir sejak 14 November 2007. Tak hanya Einzel, kami juga bersiap ditemani adik baru, enam bulan dalam kandungan Celi.
Album foto berisi perjalanan lima tahun revolusi tak hanya berisi satu warna. Ada warna kelabu. Seperti tangisan ketika anak tak juga hadir, ketika pekerjaan yang ideal tak kunjung tiba, ketika keinginan seperti jauh dari panggang dari api, atau seperti umumnya pasangan, ketika perbedaan menjadi alasan untuk berkelahi. Bersuara keras, membanting pintu, dan saling berdiam.
Tapi, album itu juga punya warna cerah. Saat berlari-lari bertiga dan membangun istana pasir di Pantai Seminyak. Saat kecapekan tersesat di Orchard Road. Saat berboncengan motor ke Sengkaling. Saat berpose riang di Kawah Putih. Semua adalah sejarah, setiap detik dalam revolusi. Dan tentu saja, belum akan berakhir…
Kami bersama-sama menangis, dan dalam saat bersamaan saling menguatkan, saat dua ibu kami berpulang ke Rumah Bapa. Kami bersama-sama berdoa berhari-hari untuk beberapa keinginan: kaburnya masa depan dalam gambaran karir yang tak jelas, sampai keinginan pemenuhan kebutuhan properti dan kendaraan keluarga.
Terimakasih Tuhan, terimakasih Celi, terimakasih Einzel, terimakasih semua, yang telah membantu kami untuk terus memutari matahari, mengabadikan janji suci di kapel lima tahun silam:
Mas Agustinus Eko Rahardjo, atas rahmat Allah yang Mahakasih dan di hadapan GerejaNya yang Mahakudus serta seluruh umat yang hadir, saya menyatakan untuk memilih engkau menjadi suamiku.
Saya akan selalu mencintaimu dalam suka dan duka, di waktu sehat maupun sakit, dalam untung dan malang seumur hidupku. Aku berjanji menghayati perkawinan ini sebagai sebuah kesetiaan dan komitmen bersama. Melalui perkawinan ini saya ingin berbagi hidup denganmu dengan kelemahan dan keterbatasanku. Dan akan menjadikan perkawinan ini suci agar dapat membawa berkat dan cinta Allah bagi keluarga dan sesama.
“Masihlah panjang, Jalan hidup mesti ditempuh.. S`moga tak lekang oleh waktu…”
so touched …..love it!!!
Manis sekali tulisannya…