Catatan kenangan dua tahun silam, menemukan warung Malang di Belanda.
Betapa bersoraknya kami saat menemukan restoran Indonesia di Bussum, sebuah nama kabupaten di Belanda Utara yang tak pernah ada di peta dunia anda. Segala keluhan akan nasi dan makanan berkuah terselamatkan begitu menemukan sebuah rumah makan bernama “Sinar Djaya” yang terletak tak jauh dari pusat kota berpenduduk 30 ribu jiwa ini.
Restoran “Sinar Djaya” dikelola Hira Lal, seorang mantan pekerja di bursa efek Belanda yang banting setir menjadi wirausahawan kuliner. Hira berasal dari Kauman, Malang, dibantu dua teman sedaerahnya, Wawan asal Buring, dan Ali dari Kepanjen. Sepetinya umumnya orang Malang yang membiasakan diri dengan bahasa walikan, mereka selalu bangga mengaku sebagai “Kera Ngalam” di manapun berada.
Buka 7 hari dalam seminggu, “Sinar Djaya” menyediakan aneka makanan Indonesia seperti daging rendang, mihoen rames, ayam rudjak, sambal goreng boontjes, oedang peteh, dan dilengkapi makanan pendamping seperti spekkoek, indische kroket, vegetarische loempia, risolles, serta tak lupa kroepoek ditambah bakpao kip.
Rumah makan “Sinar Djaya” sendiri sudah ada di Belanda sejak 1986. “Saya mengambil alihnya pada 2001,” kata Hira, yang datang ke negeri tulip mengikuti orang tuanya setamat SMP. Di depan restoran ini dipasang becak unik, yang khusus didatangkan dengan kapal, biaya paketnya senilai 1500 gulden (saat itu belum berlaku mata uang tunggal euro). “Becak ini sering dipinjam saat ada acara kebudayaan, seperti ulang tahun Kota Hilversum,” kata ayah tiga anak yang menikah dengan perempuan Belanda itu.
Resep sukses
Para penggemar rumah makan ini justru bule-bule lokal, yang kebanyakan belum pernah ke Indonesia. Sore itu misalnya, Elmar Zwart, seorang warga Belanda yang membeli makanan di Restoran Sinar Djaya mengungkapkan dia jatuh cinta pada makanan Indonesia, meski sama sekali belum pernah berkunjung ke nusantara. “I think this is really original food, the quality, the taste and the price are good. My family really like because my parents cooking Indonesian food. I very like spicy food,” kata Elmer. Untuk porsi normal, penduduk Belanda bisa mengeluarkan 8 hingga 10 euro per porsi makanan.
Hira membuka rahasia sekaligus tips bagaimana bisa sukses di negeri orang, baik sebagai mahasiswa, karyawan maupun membuka bisnis sendiri seperti yang dilakukannya. “Daya survive dan komitmennya harus tinggi. Misalnya, kalau ada janji dengan orang sini ya harus datang tepat waktu, kalau bisa datang beberapa saat sebelumnya,” kata sarjana ekonomi lulusan Universitas Erasmus Rotterdam ini.
Salah satu kelemahan orang Indonesia saat bekerja di Barat adalah kurang terus-terang. “Orang bule itu maunya jujur, katakan saja apa yang kita bisa dan apa yang tidak bisa. Kalau cuma iya-iya saja, dianggap bahwa kita bisa mengerjakan semuanya, padahal ternyata tidak bisa,” urai Hira, yang juga mempromosikan restorannya melalui situs www.sinardjaya.nl
Sukses yang diraih Hira menunjukkan, bahwa apa saja kemampuan kita, asal diasah dengan baik dan profesional, niscaya akan membawa keberhasilan. Sekaligus menunjukkan bahwa orang Indonesia itu bukanlah jago kandang!