America, Yes We Can!

Bersiap berpetualang selama tiga pekan di negeri Abang Sam.

Menuju Amerika Serikat. Berniat belajar demokrasi di sana.

Kalau Anda membaca tulisan ini, asal tahu saja, saya mengetiknya dari terminal keberangkatan internasional Bandara Soekarno Hatta, Jum’at (2/3) tengah malam. Semoga semuanya lancar, saya bersiap menempuh long haul flight Jakarta-Hong Kong-Detroit-Washington DC. Dijadwalkan tiba di ibukota Amerika Serikat pada Sabtu jam 7 malam, atau Minggu pagi waktu Jakarta.

Ngapain? Puji Tuhan, saya mendapat kesempatan mengikuti International Visitor Leadership Program (IVLP) bertema “The Changing Face of Campaign Coverage” alias Meliput Pemilihan Umum di Era New Media. Agendanya sih, 3-26 Maret ini bakal berkeliling ke beberapa negara bagian: Washington DC, Virginia, Florida, Utah, dan Oregon.

Bagaimana mendapat kesempatan terpilih mengikuti IVLP 2012, prosesnya amat panjang. Awal 2011, Hanif Suranto, seorang kawan baik dari Lembaga Studi Pers dan Pembangunan (LSPP) memberi informasi sekaligus rekomendasi, hingga kemudian proses berjalan dan hasilnya positif. Sempat ada tawaran agar berangkat ke AS pada pertengahan tahun lalu, tapi karena alasan pekerjaan, saya tak bisa memenuhi undangan itu. Syukurlah, pihak Kementerian Luar Negeri AS dan Kedutaan Besar AS di Jakarta masih memberi peluang untuk berangkat Maret ini, dengan topik IVLP lebih seru dan menantang: belajar meliput pemilihan umum di era media baru.

Selain kepada pihak-pihak tadi, tentu rasa terimakasih saya haturkan kepada segenap pimpinan Kompas TV, sehingga saya dapat memperoleh izin memenuhi undangan IVLP. Saya berharap tak menyia-nyiakan kepercayaan dari banyak pihak ini. Karena bagaimanapun saya berangkat laksana duta, delegasi yang membawa nama baik berbagai institusi. Termasuk membawa harapan dan masa depan dari Celi, Einzel, dan Kira, tiga permata saya di Mahkota Simprug.

Bak delegasi kenegaraan

Pengalaman pertama bersama Cathay. Bersiap terbang 4 jam 40 menit Jakarta-Hongkong.

“Kami tak mungkin mendatangkan seluruh warga AS ke Indonesia, dan juga tak mungkin memberangkatkan semua orang Indonesia ke Amerika. So, tolong jelaskan apa dan bagaimana Indonesia kepada penduduk Amerika,” kata seorang pejabat di Kedutaan Besar AS di Jakarta, siang tadi. Masuk akal juga, karena program kunjungan tiga pekan ini hanya diikuti 4 orang, dan saya satu-satunya dari tanah air. Tiga peserta lain berasal dari Hongkong, Taiwan, dan Philipina.

Karena terikat klausul dengan pihak pengundang, beberapa konten acara tak bisa saya unggah untuk umum. “Semua materi yang dibicarakan totally off the record,” demikian briefing yang saya terima. Tapi, tak masalah jika saya berbagi mengenai sisi lain dari Amerika, bagaimana situasi di sana menjelang, saat, dan sesudah Super Tuesday, misalnya. Juga bagaimana kehidupan personal dan budaya masyarakat Amerika, yang selama ini hanya saya lihat di HBO. Saya akan berusaha berbagai angle­-angle menarik itu, seperti saya pernah berkisah tentang sisi “manusia” Belanda, Australia, dan Brunei, di blog ini.

Please doakan saya juga. Terutama bagaimana beradaptasi dengan hawa dingin di sana. Dua tahun lalu, saat bersama delegasi AJI Jakarta mengikuti pelatihan multimedia di Belanda, suhunya berkisar antara 6-10 derajat Celcius. Untuk travelling kali ini, saya mendapat kabar, beberapa tempat di AS yang bakal saya kunjungi masih berada pada temperatur 1 derajat Celcius, bahkan di titik-titik tertentu berada di bawah nol. Brrrrrr………….

Salam Jum’at midnight dari Terminal 2D Soekarno Hatta, jelang penerbangan Cathay Pacific menuju Hong Kong.

0 Replies to “America, Yes We Can!”

  1. Menjanjikan!
    Meski tak bisa dapat materi belajarnya, tapi side story pun tak akan kalah menarik. Ayo Jo, ditunggu cerita-ceritanya

Leave a Reply

Your email address will not be published.