Lima malam di Florida, banyak pelajaran terserap. Fun, political, and social.
Tengah malam menuju subuh waktu Pantai Selatan Amerika Serikat. Saya berniat tak banyak tidur di pergantian hari dari Rabu menuju Kamis ini. Selain harus packing, saya punya kebiasaan khusus setiap menjelang terbang dalam durasi lama di udara. Saya berharap akan capek di atas, sehingga banyak tidur di pesawat. Referensi yang saya baca menyatakan, udara ‘kaleng’ di perut burung besi raksasa itu tak sehat bagi tubuh, dan pilihan terbaik bagi kita saat terbang adalah tidur. Jadi, buatlah diri anda capek, lelah, atau ngantuk sebelum terbang, daripada bengong di angkasa dan terpaksa terjaga dalam kebengongan serta menghirup atmosfir tak bersahabat.
Lima malam sudah saya mencecap pengalaman di Florida. Berada di Orlando, kota dengan danau nan asri, dengan bonus jalan-jalan ke kota-kota kecil di sekitarnya: Apopka, Sanford, Winterpark, dan Oviedo. Dari melihat proses pemilihan Komisioner Kota, bertemu manajer kota, main ke kampus, makan daging buaya, sampai mengikuti acara resmi kaum muda Partai Republik.
Negara bagian di ujung kanan bawah AS ini menarik, karena semakin bawah, semakin banyak penduduknya keturunan Hispanik alias Latino. Untuk membuat kesan at home bagi para pendatang asal Amerika Selatan itu, aneka informasi selalu disiapkan dalam dua versi: English dan Spanish. Koran lokal pun terbit dalam dua edisi bahasa. Florida secara umum dikenal sebagai swing state, negara bagian yang tak menjadi jaminan kemenangan salah satu partai, Demokrat atau Republik.
Mayoritas penduduk state ini memang dikenal sebagai Republikan, alias penganut paham Kristen konservatif nan kuat, namun Obama sukses menang di sini pada pilpres 2008, merebut jatah 27 kursi electoral vote yang tersedia. Florida juga menjadi monumental karena mencatat selisih yang amat tipis pada Pilpres 2000 saat kandidat Partai Republik George W. Bush mendapat 48,847 persen suara sementara Al Gore, kompetitornya dari Demokrat, beroleh 48,838 persen. Keputusan Mahkamah Agung akhirnya memenangkan Bush menjadi presiden dalam masa pertama jabatannya.
Masalah urban
Pertama tiba, dalam perjalanan mobil dari bandara internasional Orlando menuju hotel, pandangan kami tertuju pada pria usia 30-an tahun yang mengacungkan poster, “Homeless, Hungry, Need Help”. Tak disangka, dua sore berikutnya, kami masih menjumpai pria yang sama, di perempatan yang sama.
Setiap malam pula, belasan orang tidur di pelataran megah gedung Gereja Baptis, tepat di seberang hotel tempat kami menginap. Saat siang hari, teras gereja sepi, tapi menjelang petang, satu per satu di antara homeless itu datang, menggelar jaket tebal nan leceknya sebagai alas beristirahat. Siang di sini memang hangat, tapi bagaimana dengan hempasan angin malam yang terus menerus menerpa para manula itu?
Di antara mobil-mobil sport yang berkeliaran di jalanan Orlando, di antara para pembeli tiket nonton NBA yang kursi baris terdepannya berharga ratusan dolar, di antara pengemis yang berjalan terseok menadahkan gelas minum bekas, di antara kalimat-kalimat kasar yang saling dilontarkan dua kubu menjelang pelaksanaan pilpres, terlintas ucapan yang pernah didengungkan Yesus kepada para muridnya, “Karena orang-orang miskin selalu ada pada kamu…”
Salam Kamis subuh dari kamar hotel Embassy Suites, Orlando.
waw….membayangkan perjalan mas Jojo saja sudah indah, apalagi menikmati keindahan negara-negara bagian itu dalam alam nyata.. nice…… oiya mas, pengemis di jalanan Orlando itu pengemis asli amrik ato dari jawa timur mas?, wkwkwkwkw
GakDiBelandaGakDiAmerika,LiverpoolTetapJaya:)