Old Soldier Never Die

Tubuhnya terlihat tirus. Tapi tak bisa dibantah, ia salah seorang sosok pemimpin yang dirindukan karena satu sifatnya: tegas.

Bang Yos berdialog di Kompas Petang. Tetap bersemangat.
Bang Yos berdialog di Kompas Petang. Tetap bersemangat.

Tujuh puluh lima menit menjelang jadwalnya hadir di Studio News Kompas TV sebagai tamu dialog, nomer telpon Sutiyoso mendadak tak bisa dihubungi. Kepanikan menjalar karena beberapa jam sebelumnya ia menyatakan oke. Saat ketegangan kian merambah, dua orang kru segera ditugaskan menjemputnya pakai motor menuju kediaman Bang Yos –demikian Gubernur DKI Jakarta 1997-2007 ini biasa disapa- di kawasan Jl. Diponegoro, Jakarta Pusat. Sementara berharap-harap cemas menanti kabar dari tim penjemput, tiba-tiba purnawirawan jenderal bintang tiga itu muncul di lantai 5 Gedung Kompas TV. “Siapa yang mengundang saya? Kalau tak ada, saya pulang saja,” katanya.

Bang Yos, ialah sang fenomena. Satu-satunya kepala daerah di Indonesia yang pernah melayani rakyat di era lima presiden berbeda: dari Suharto, Habibie, Gus Dur, Megawati, sampai Susilo Bambang Yudhyono. Dilantik periode pertama pada 6 Oktober 1997, Bang Yos menjabat Gubernur DKI menggantikan Soerjadi Soedirdja dan lengser pada 7 Oktober 2007 digantikan Fauzi Bowo, mantan Kepala Dinas Pariwisata yang kemudian dipilihnya menjadi Sekwilda dan Wakil Gubernur.

Ketegasannya dalam memimpin Jakarta setidaknya terlihat pada dua kebijakan besar: peluncuran Trans Jakarta dan pembangunan Taman Menteng. Dua proyek itu awalnya dicaci habis masyarakat, tapi kemudian menjadi benchmark yang identik dengan karya besar sang gubernur. “Dua proyek itu saya percepat pelaksanaannya, karena tersinggung dengan mereka yang tak setuju dan merendahkan rencana-rencana saya,” katanya dalam pembicaraan off air sebelum tampil live di ruang dialog.

Jelas, Sutiyoso, prajurit berjuluk ‘The Field General’ itu tak bisa lepas dari baret merah yang membesarkannya. Pernah menjabat Wadanjen Kopassus, ayah dua puteri ini tentu memegang teguh motto “Disiplin adalah nafasku, kesetiaan adalah kebanggaanku, dan kehormatan adalah segala-galanya.”

Solusi banjir

Sutiyoso, energik di usia 69 tahun. Dikenang karena proyek monumental.
Sutiyoso, energik di usia 68 tahun. Dikenang karena proyek monumental.

Tiga segmen atau sekitar 20 menit di sesi berita Kompas Petang, Sutiyoso berbincang soal banjir bersama Ratna Dumila dan Timothy Marbun. “Tidak ada masalah yang tidak ada solusinya, meski khusus untuk banjir memang tak bisa diselesaikan dengan muda,” kata pria Semarang kelahiran 6 Desember 1944 itu. Menurut Bang Yos, menangani luapan 13 sungai di Jakarta tentu harus melibatkan penduduk di kawasan hulu.

Bang Yos mengingatkan konsep megapolitan yang pernah digagasnya. Menurut lulusan Akademi Militer Nasional (AMN) Magelang 1968 ini, megapolitan adalah penggabungan tata ruang Jakarta dan wilayah-wilayah sekitarnya. “Sama sekali bukan penggabungan administrasi. Kabupaten Kota di sekitar Jakarta tetap di bawah Banten dan Jawa Barat,” kata. Dalam konsep megapolitan inilah, akan dibangun waduk serbaguna yang bisa bermanfaat bagi warga Jakarta dan kota satelitnya.

Begitu banyak harapan masyarakat ditumpukan pada duet pemimpin ‘Jakarta Baru’. Tapi, Bang Yos menekankan, Jokowi dan Ahok toh belum 100 hari menjabat. Ketua Umum Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI) ini menggarisbawahi, setiap pemimpin punya gayanya sendiri. “Apapun gayanya, yang penting namanya pemimpin itu harus segera membuat keputusan,” kata Bang Yos.

Pensiunan tentara yang dibesarkan di arena intelijen tempur itu menyatakan, blusukan yang dilakukan Jokowi sudah lebih dari cukup. “Pokok permasalahannya sudah diketahui. Kini saatnya action,” tegasnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published.