Mereka bekerja tanpa jelas akan bisa menyetor uang untuk isterinya atau tidak.
Sore ini, ramai beredar twit dari seorang pemain bola, cur-col alias curhat colongan tentang nasibnya sebagai olahragawan profesional. Indonesian Super League (ISL) telah bergulir lebih dari sepekan, tapi -baru diketahui- ternyata para pemain sepakbola itu bekerja tanpa ikatan kontrak. Kicauan dari Gustavo Lopez, gelandang Persela Lamongan itu memang belum dikonfirmasi. Ia hanya berteriak, “ISL sudah mulai tapi belum ada kontrak kita. Di mana kontrak?”
Diposting pada 5 Januari, tepat saat Liga Super dimulai, Gustavo Lopez seperti mencurahkan kekesalannya. Sebagai ‘selebritas’ olahraga, akun twitternya diikuti 2.200 orang, Lopez tak bisa dibilang rajin berkicau. Sesekali saja, kadang dua hari sekali, pernah juga selang sepekan. Jadi, kalau dia nge-twit, bisa jadi pernyataannya serius benar mencerminkan isi hati pemain asal Argentina ini.
Kelahiran 28 April 29 tahun silam, Gustavo Fabian Lopez mengadu nasib di Indonesia sejak musim 2006-2007. Klub satu-satunya yang dibelanya adalah Persela Lamongan. Karena usai musim itu, ia berkelana memperkuat klub-klub di liga El Salvador, Montenegro, dan Puerto Rico. Pada 2011 kembalilah Lopez ke Indonesia. Ke Surajaya, stadion yang, saking jeleknya kualitas lapangannya, sering dituduh sebagai bekas tambak bandeng itu.
Pada akhir 2012 lalu, Lopez sempat mencoba peruntungan di Persija Jakarta, tapi urung bergabung. Apa alasannya? Akun twitternya menjelaskan, “Saya meminta maaf kepada Jakmania. Tetapi kalian harus tanya ke manajemen apa yang terjadi. Manajemen tidak serius. Gara-gara itu saya kembali ke rumah saya Persela.” Kini, kembali ke Laskar ‘Joko Tingkir’ ia harus menemui kenyataan serupa: bekerja tanpa kejelasan.
The Dance Company
Tak ada pemain sepakbola di dunia ini yang bekerja dengan ‘cinta’, sebagaimana pemain Indonesia menunjukkannya. Kisahnya berbeda dengan tanda tanya besar yang menggelayuti Wesley Sneijder, mengapa ia tak dimainkan pelatih Inter Milan Andrea Stramaccioni. Besar kemungkinan karena Sneijder belum sepakat soal negosiasi kontrak barunya bersama tim ‘Biru Hitam’ dari kota mode itu. Meski sang allenatore tegas membantah kesan itu, “Apakah pemain Belanda itu bermain atau tidak, atau apakah dia tercantum dalam skuad atau tidak, itu akan menjadi keputusan saya dan bukan orang lain. Saya yang akan mengambil tanggung jawab soal ini.”
Sebagian besar pemain Indonesia bermain dengan ‘cinta’. Tak banyak yang mengikuti jejak seperti Bambang Pamungkas, Andritany Ardhiyasa, Rahmad Affandi, dan Leo Saputra. Berani mogok demi harga diri. Persoalannya memang bukan bekerja demi cinta atau passion, tapi bekerja demi pride. Kami kerja, kami dibayar. Sementara beberapa pihak yang kontra dengan mereka menyebut aksi Bepe dan kawan-kawan itu sebagai tindakan ‘cengeng’ dan tidak menunjukkan loyalitas pada klub yang telah membesarkannya. Loyalitas ‘pala lo? Lima bulan tak gajian dibilang tak setia? Aduh, logika macam apa pula ini.
Contoh nyata sudah dialami Diego Santos. Baru sekali main, penyerang anyar Persiba Balikpapan dari Brasil ini harus istirahat sekitar enam bulan. Kakinya patah saat berlaga membela ‘Beruang Madu’ melawan Sriwijaya FC. Jangan bicara soal jaminan pengobatan atau pembayaran gaji selama tak bermain, manajemen memberi sinyal Diego segera dipulangkan ke negara asalnya.
Tanpa kontrak dan bayaran jelas, baik yang musim lalu maupun kompetisi yang baru dimulai, para pemain sepakbola Indonesia tetap berkeliling stadion. Mempertaruhkan kaki dan meninggalkan keluarga mereka. Mungkin, saat malam hari di hotel menjelang laga, anak mereka menelepon dari kota asal. Tak ada jawaban yang diberikan kecuali menirukan The Dance Company berlagu, “Papa nggak pulang, baby… Papa nggak bawa uang, baby…”
Jadi, ini bukan soal loyal atau tidak. Bukan pula dibilang cengeng atau egois. Jika mereka punya prinsip, sebaiknyalah berani bersikap sebagaimana Kurniawan Dwi Yulianto. Saat hadir sebagai narasumber dialog Kompas Petang, 5 Januari lalu, Kurus yang terakhir bermain untuk PPSM Magelang, berucap, “Daripada main bola, lebih baik tidur sama anak isteri di rumah. Sama-sama gak dibayar…”