Ini sebenarnya modus lama di tahun 1980-an, tapi masih saja terjadi di hari gini.
Kejadiannya pagi menjelang siang tadi. Dalam perjalanan mengajar ke Universitas Multimedia Nusantara (UMN) Gading Serpong. Berhubung motor dipakai isteri gawe, dan menuruti himbauan Jokowi untuk tak sering-sering gunakan mobil pribadi, pilihan jatuh pada angkot. Transportasi publik gitu lho…
Di angkot ijo, jurusan Kalideres-Serpong, tepatnya dari arah fly over Cikokol, dimulailah drama itu. Empat orang menjalankan perannya, Mereka naik terpisah. Satu di antaranya jadi pemeran utama. Membopong burung dalam tas kresek hitam, yang dianggap memiliki nilai jual tinggi. Tiga lainnya tersebar, duduk berdempatan, berhadapan, dan di samping pengemudi. Saling bersahutan, mengunggulkan sang burung.
“Ini burung hebat, bisa melafalkan pan-ca-si-la…” kata si pembawa burung. Lalu, terdengarlah cuitan, “Pan-ca-si-la.” Lainnya pun kagum. Wah berapa neh harganya? Dia bilang, “Saya lepas Rp 3,5 juta. Lagi butuh uang, saya baru datang dari pelabuhan…”
Wuik, lainnya menyahut. “Murah sekali, tuh…” “Kalau dijual bisa Rp 8-9 jtuta..” “Wah, sayang, kalau saya ada uang, sudah saya ambil.” Apalagi saat burung itu ‘mendemonstrasikan’ keahlian lainnya, ber-shalawat badar. Kian riuhlah puja-puji mereka. Salah seorang yang berperan sebagai pembeli mengeluarkan empat lembar uang seratus ribu. Uangnya licin bersih. “Wah, kalau segitu saya tak mau,” kata pemilik burung itu.
Kalau dibilang sasaran, di situ ada dua emak berkerudung. Mereka tampak kagum pada burung ini. Apalagi saat seorang pelaku sempat nyeletuk, “Saya tukar dengan gelang emas ya.” Sasaran lain, seorang bapak yang tampak membawa tas besar. Dia sempat memperhatikan, tertarik, lalu buru-buru bilang, “Saya tak punya uang.” Sempat ia dicecar oleh sindiat itu, “Berapa saja deh uang yang Anda punya…”
Penumpang lain, ya saya. Buru-buru tidur , dan merekam kejadian ini. Saat sempat melek sedikit, saya melihat seorang dari mereka menunjuk saya, “Mahal burung ini!”
Mungkin karena tak dapat sasaran yang tepat, satu per satu mereka turun di seberang Hotel Nelayan, di sekitar kawasan tol Jakarta-Tangerang. Saya perhatikan, jarak mereka bertiga turun dari angkot sekitar 200 meter. Diperkirakan, mereka akan naik lagi secara bertahap, pada angkot berikutnya.
Sudah bukan rahasia, salah seorang dari anggota sindikat itu memainkan semacam alat tiup di mulutnya, dibunyikan sesuai promo kepintaran burung jagoan mereka. Target mereka, ada penumpang yang terkecoh, dan tertarik membeli burung super cerdas tadi. Perkara harga bisa diatur. Dari awalnya Rp 3 jutaan, bisa tinggal ratusan ribu rupiah. Yang penting laku dan sukses menipu!
Modus lama
Penipuan berkedok jualan burung itu bukan hal yang baru. Sejak era 1980-an, bahkan. Saat saya masih di Jawa Timur, kedok penipuan di angkot macam ini termasuk popular, selain modus lain: pura-pura muntah di angkot. Saat penumpang lain panik dan mencoba menolong, di situlah tangan-tangan panjang sindikat copet beraksi.
Itu hanya beberapa modus copet di angkot. Masih banyak lain, misalnya pura-pura kejepit, aksi pijat refleksi, sampai sindikat ibu-ibu yang saling mengalihkan perhatian. Sasarannya, mulai uang tunai, sampai yang sekarang jadi top of list: blackberry.
Waspadalah, waspadalah, kejahatan terjadi bukan hanya karena ada niat dari pelakunya, tapi juga karena ada kesempatan…
Br saja mengalaminya dan kena tipu sebnyk 3 jt..astaghfirullah al adhzim..modusnya angkot kosong yg dinaiki 3 org laki2 dgn tdk berbarengan..mudah2an rizki saya yg tlh diambil diganti oleh Allah dgn yg lbh berkah..amin..
Angkot 02 depok – terminal..
Mudah2an para polisi bs menangkap mereka secptnya, agar tdk ada lg yg tertipu spt saya..