Cosmas Bayu mencoba mengeksekusi ide liputan yang tak biasa. Tapi, jadinya malah terlihat melenceng jauh dari harapan.
Dalam dunia jurnalistik, liputan side bar atau sisi lain, umumnya dilakukan untuk mencari angle lain dari sebuah peristiwa besar. Bosan dengan sudut pandang yang itu-itu saja, maka reporter –atas arahan newsroom atau inisiatif pribadi di lapangan- mencoba mencari sisi berbeda yang tak kalah keren.
Misalnya, liputan kampanye mengambil angle tentang orangtua yang membawa anak-anak. Liputan kebakaran mencoba memotret perjuangan keras pemadam kebakaran yang dicaci tapi terhalang sempitnya gang. Liputan sepakbola memotret supporter yang berkeliling kota dengan naik di atap metro mini, tapi sesampainya di stadion malah tak menonton pertandingannya. Liputan-liputan ‘angle samping’ itu sedikit bergeser dari tema utama, tapi tak kehilangan keriuhan atau atmosfir besarnya.
Cosmas Bayu Agung Sadhewo berpikir, karena kawan-kawan yang lain sudah mengambil ramainya kampanye di dalam stadion, maka ia mengambil sisi berbeda dari para pedagang di Stadion Utama Gelora Bung Karno. Apa sih bedanya berjualan makanan asongan saat kampanye dan kala pertandingan sepakbola? Laris mana berdagang saat kampanye Gerindra atau PKS?
Sayang, ia justru kehilangan nyawa utamanya. Salah blocking. Pedagang itu diwawancarai Cosmas tidak di tempat yang menunjukkan sedang ada hajatan besar di sana. Apa bedanya wawancara di depan markas Gabungan Bridge Seluruh Indonesia pada hari biasa dan saat kampanye yang dihadiri puluhan ribu orang? Sama sekali tak tampak keramaian yang bisa menjadi ‘jualan’ ada acara besar di mana. Belanjaan gambar kampanye sebuah partai besar pun tak ada. Otomatis, challenge berhadapan dengan massa pun tak dilakukan di sini.
Proses liputan
Cosmas yang bermotor dari kawasan Curug, Tangerang ke Senayan ini mengaku, ia memilih angle para pedagang di sekitar stadion, karena pada dasarnya GBK tidak memperbolehkan pedagang masuk ke area GBK, kecuali yang di luar gerbang. “Namun saat itu, saya mendapati banyak para pedagang di sekitar GBK, bahkan sampai masuk ke dalam lorong-lorong GBK,” kenangnya.
Di situlah ia bertanya banyak hal, seperti sebenarnya boleh tidak berjualan disitu, kemudian perbedaan yang dirasakan dengan berjualan saat kampanye terbuka dan saat pertandingan sepak bola. “Tak lupa, juga ada pertanyaan apakah ada “tarikan” dari pihak tertentu saat berjualan di GBK,” kata Cosmas yang meliput menggunakan kamera Nikon D3200 serta program menggunakan Adobe Premiere CS3 untuk proses editing.
Beranilah kembali mencoba, Cosmas. Beranilah mengambil tantangan lebih tinggi, dengan crowd yang lebih besar, tetap dengan sisi lain yang lebih kreatif…