Karena ‘beradu keras’ dengan pelantang suara, Sofia Candra harus mengeluarkan suara ekstra.
Ini adalah contoh liputan dengan semangat tinggi, tapi terutama karena ‘didorong’ kencangnya pengeras suara di belakangnya. Maka, saat memberi pengantar liputan, mau saat mewawancarai dua simpatisan calon legislatif dari Tangerang Selatan, Sofia tampak seperti berlomba agar suaranya bisa didengar pemirsa.
Overall, pertanyaannya ke narasumber menarik. Meski kadang kurang dilengkapi data kuat. Sofia bertanya, “Apakah Ibu setuju Jokowi menjadi calon presiden meskipun bJokowi elum setahun menjadi Gubernur DKI?” Kalau dihitung dari saat pelantikan pada 15 Oktober 2012, tentu usia Jokowi menjadi kepala pemerintahan provinsi DKI Jakarta tentu sudah lewat dari satu tahun.
Kelemahan lain, tentu karena tak banyak Chargen atau CG yang muncul untuk menjelaskan suasana atau tema liputan saat itu. Selebihnya, jempol buat Sofia yang tampil ‘maksimal’ dengan kekencangan suaranya –bisa dihindari jika ia bisa mencari spot yang lebih tenang, tanpa mengorbankan latar visual menarik.
Kendala peliputan
Sofia mengakui, ada beberapa masalah saat liputannya. Misalnya, suara yang tidak cukup jelas karena tidak ada microphone. “Akhirnya diputuskan bahwa suara direkam dengan ipod, baru didubbing ke videonya ,” kisahnya. Selain itu, ia juga merasa sedikit kesulitan mencari narasumber yang mau diwawancarai. Dalam proses liputan, Sofia menggunakan Kamera SLR yang dikendalikan Alfiansyah Ramadhan serta iPod touch untuk merekam suara.
Ada visual menarik yang sebenarnya dia lewatkan. Yakni, saat Wakil Gubernur Banten Rano Karno hadir memberikan orasi singkat. Bagaimanapun, unsur prominence (keterkenalan figur/ tokoh) dapat membuat daya tarik sendiri sebuah liputan ditonton orang.