Kali ini mahasiswa mencoba membuat berita satu segmen. Dari live report, feature, sampai berita mancanegara. Apa evaluasinya?
Ayu Nanda Maharani cukup firm duduk di kursi presenter. Pengambilan gambar ‘studio’ juga cukup keren, meski properti yang digunakan tampak seadanya. Sofa tempat host duduk, misalnya.
[youtube=http://www.youtube.com/watch?v=SDCRxaqKEhI]
Beralih ke liputan live Sapta Agung Pratama. Dari lokasi unjuk rasa Hari Buruh alias May Day di kawasan Medan Merdeka Barat, depan Kantor Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan, Sapta tampak ‘nanggung’ mengeksekusi liputannya. Seharusnya, dia memilih saat yang tepat, misalnya barisan pendemo lewat sebagai ‘blocking’-nya. Tidak saat kawasan seberang Monas itu tampak lengang, dan lebih menunjukkan penjual kaos bergambar mantan presiden Soeharto sedang terkekeh dan berkata, “Piye Bro, penak jamanku, toh…” Live Sapta juga akan menarik kalau disertai wawancara, serta penampilan dirinya bisa lebih atraktif, tidak terkesan kaku.
Feature anak jalanan Sekolah ‘SAAJA’ di kawasan Kuningan menarik secara visual atau cerita. Sayang, saat mengawali paket, produser ‘terjebak’ untuk menampilkan lagu latar daripada menonjolkan natural sound atau atmosfir suasana liputan. ‘Atmo’ atau suara asli itu baru muncul di bagian akhir cerita. Juga akan lebih menarik, jika ada wawancara dengan anak atau guru, bukan hanya kepala sekolah. Dalam televisi, ‘penampilan’, wajah dan –kadang- gender mempengaruhi orang untuk menyaksikan berita secara utuh. Seandainya saja ada wawancara dengan anak jalanan itu, karena ingat, anak-anak dan kepolosannya adalah ‘magnet’ tersendiri bagi layar.
Berita luar negeri jelang Piala Dunia patut diberi acungan jempol, terutama karena kreativitas Rizky menampilkan lagu latar Captain Tsubasa sebagai pengiring paket. Tinggal masalah dubbing yang lebih tenang, serta biasakan tak menyebut ‘daftar’ dalam paket, misalnya saat menyebut list liga mana saja tempat klub pemain Jepang berlaga.
Appreciate, two thumbs up for all of you!