Notice: Undefined index: host in /home/jojr5479/public_html/wp-content/plugins/wonderm00ns-simple-facebook-open-graph-tags/public/class-webdados-fb-open-graph-public.php on line 1020

Kalau Ada Video, Mengapa Pakai Foto?

Penggunaan tayangan still foto dalam liputan jurnalistik televisi, biasanya hanya digunakan dalam kondisi darurat.

Penasaran juga, apa yang menjadi ‘kebijakan redaksi’ Christina Djap, mengapa liputannya mengenai aksi Hari Buruh di kawasan Bundaran Hotel Indonesia banyak memakai foto (picture). Apakah karena ada kendala teknis pada videonya, atau alasan lain.

[youtube=http://www.youtube.com/watch?v=Q6MXdDlph_s]

Dalam paket berita televisi, pemakaian foto biasa digunakan dalam kondisi teramat khusus. Misalnya, saat berita itu terjadi beberapa waktu lampau dan media itu belum memiliki dokumentasi visual berupa video. Misalnya, Kompas TV menayangkan berita mengenai skandal dana talangan Bank Century. Namun, karena skandal Century terjadi pada 2008 dan Kompas TV baru berdiri pada 2011, maka Kompas TV menggunakan still foto atau dokumentasi (screen-shot) koran Kompas pada saat itu.

Jadi, agak aneh juga saat liputan Christina banyak menampilkan foto dan bukannya video. Apakah maksudnya sekadar ‘memadukan’ antara foto dan video, atau memang ada maksud lain?

Di luar itu, penampilan Christina tak mengecewakan. Baik saat on-cam di tengah situasi Thamrin nan porak-poranda, maupun saat mewawancarai Tri Santoso dari Serikat Pekerja Bank Danamon. Visual pembuka berupa gambar aksi massa yang diambil dari atas (jembatan penyeberangan?) juga memberi warna tersendiri.

Cerita peliputan

Christina mengaku, suasana saat itu sangat ramai dan membuatnya bingung. Ia mengakui, baru pertama kalinya meliput di keramaian seperti hari buruh ini. “Terpaksa harus menunggu jalanan agak sepi untuk menghindari gangguan para buruh,” ungkapnya.

Saat menunggu suasana agak sepi, ia memanfaatkan waktu dengan mengambil gambar-gambar buruh yang berorasi satu-persatu. “Ada beberapa yang terlewatkan juga. Tetapi saya sudah mendapatkannya sebagaian,” kisah Christina yang menggunakan ‘senjata’ kamera SLR milik sendiri dan serta ipod pinjaman sebagai back-up audio.

Kendala yang dihadapinya, masih belum ada gambaran sebelumnya akan seperti apa. “Wawancara juga bingung waktu itu mau wawancara siapa yang bisa ditanya lebih jelas. Karena buruh-buruhnya sendiri yang tidak mau diwawancara, banyak dari mereka tidak berani menjawab pertanyaan,” urainya. Akhirnya, Christina mewawancarai salah seorang aktivis buruh dari Bank Danamon.

Leave a Reply

Your email address will not be published.