Liputan ini memotret konser Super Junior dari berbagai angle, termasuk profil gedung konvensi baru di Indonesia.
Dalam Ujian Akhir Semester mata kuliah Jurnalistik Televisi Universitas Multimedia Nusantara (UMN), mahasiswa dituntut membuat live report serta news package dengan kualitas lebih baik daripada saat UTS. Winda Prisilia, Levita Rachel, Lita Arny, Annisa Hardjanti dan Lani Diana mengemas konser Super Junior, boy band asal Korea, yang kembali mengunjungin para fans fanatiknya di Indonesia, Mei lalu.
Tak hanya live report dan wawancara dengan ELF –sapaan untuk penggemar Suju- mereka juga menampilkan deskripsi tentang Indonesia Convention Centre (ICE), venue baru untuk industry konvensi, meeting, dan ekshebisi di kawasan Bumi Serpong Damai, Tangerang Selatan.
Secara keseluruhan, tujuh menit liputan mereka dari berbagai angle terbilang ekselen. Ada beberapa kekurangan. Misalkan, penggunaan musik latar saat Winda mengawali kemunculannya (lead live) menjadi janggal. Jika ini merupakan bulletin hard news, tentu musik latar seperti itu tak diperlukan. Tapi, jika alasannya mereka membawakan berita selebritis (infotainment, seperti nama program mereka Enstyle) mungkin harus diperdebatkan. Tapi, toh munculnya musik latar itu tak menambah poin apapun.
Pemilihan jenis huruf (version) pada CG yang dipakai juga menjadi kritikan sendiri. Sebaiknya pilihlah jenis huruf yang umum dan mudah dibaca. Maksudnya memang variasi, tapi justru menjadi sulit untuk dicerna.
Penampilan Annisa sebagai standupper cukup firm, percaya diri, dan meyakinka. Kritik ada persoalan kerapian, yakni gelantungan kabel earphone yang alangkah baiknya jika sebagian di antaranya dilewatkan bagian belakang badan Annisa.
Visual insert yang disertakan sebagai split atau muncul bersamaan dengan Annisa menjadi nilai tambah tersendiri. Terlebih karena reporter bercerita tentang kerusuhan yang hampir merubuhkan kaca, dengan sekilas visual kejadian itu. Seperti inilah yang disebut visual ‘mahal’, peristiwa penting yang berlangsung dalam beberapa detik harus kita dapatkan, salah satunya dengan membiarkan kamera terus ‘berjaga’.
Laporan yang hidup juga tampak saat Levita mewawancarai sekelompok Elf dari Medan, dengan closing salah satu lagu yang dinyanyikan sembilan orang itu.
Kritik kembali terarah pada pengambilan gambar Adrian, pihak pengelola ICE –dalam hal ini koordinator penjualan tiket. Mengapa mengambil gambarnya dari samping, bukan meletakkan kamera tetap di depan wajahnya, atau meminta Adri fokus menghadap kamera.
Penutup liputan berupa tampilan foto-foto menjadi pendukung menarik paket liputan ini. Meski tentu akan lebih berharga jika yang dimunculkan insert footage (video) dan bukan still foto. Kecuali jika memang gambar penonton pingsan –tentu saja ini visual amat ‘mahal’ lain- memang tak direkam dalam video. Sayang sekali.
Kesan peliputan
Kelompok ini mengakui, liputan untuk ujian tengah semester (UTS) membuat mereka belajar banyak hal mengenai liputan langsung (live report). Mereka pun mempersiapkan beberapa topik liputan cadangan dari berbagai angle di konser Supershow 6 ini. Lokasi konser Super Junior yang berada di Indonesia Convention Exhibition (ICE), BSD City membuat tim mudah untuk sampai ke lokasi karena jaraknya dari kampus hanya sekitar 15 menit.
Saat memulai Live on Tape (LOT), Winda dan Lani berjaga di sebelah kanan dan kiri agar tidak ada orang yang lalu-lalang dan Lita pun siap dengan kameranya. LOT awalnya dimulai dengan lancar. “Tetapi pada pertengahan LOT ada seorang bapak yang lewat di depan kamera,” kisah Levita. Keberhasilan Lita mengambil gambar ‘kericuhan’ menjadi kepuasan tersendiri, meski ia sempat terdorong- dorong oleh ELF.
Nilai plus didapat, karena mereka tak puas hanya dengan liputan di ICE. Di hari lain, mereka pun mencari pihak promotor Super Show 6, Sinergism, din kawasan Cilandak, Jakarta Selatan. Hendak wawancara, mereka malah terjebak dalam kebakaran di kantor itu. Wawancara akhirnya dilakukan dengan Adrian sebagai pihak pengelola ICE BSD, dengan hikmah lain, mendapatkan gambar keadaan gedung ICE BSD dari dalam. Masukan juga, saat Adrian bercerita tentang kondisi penonton yang berdesak-desakan, bagusnya kembali ditampilkan insert ‘kericuhan’ itu.
Syuting anchor dilakukan Winda dan Lita di Gedung C UMN lantai 12, tepatnya di Skystar Venture. Syuting berlangsung dengan lancar. Tugas lainnya yang menunggu adalah edit video menjadi satu. Untuk urusan edit video, Winda memliki kemampuan lebih, sehingga tanggung jawab editing dipimpin oleh Winda. “Tetapi kami semua selalu bersama saat edit video untuk brainstorming mengenai bagian- bagian yang harus ada dalam video,” kata Lani. Proses mengedit berlangsung selama lima hari dan pada hari terakhir dilakukan finishing serta mengunggah ke youtube.
Peralatan yang dipakai saat liputan konser Super Show 6 yakni DSLR Canon 70D. Mereka juga membawa tripod tapi tidak terpakai karena suasana yang kurang memadai. Saat liputan tambahan wawancara dengan Sales Exhibition Coordinator ICE BSD Adrian, kelompok ini menggunakan menggunakan tripod dan DSLR Canon 600D.
“Kejadian kebakaran saat wawancara kantor promotor Sinergism memiliki kesan sendiri bagi kami. Kejadian tersebut lumayan membuat kami gelisah karena kami harus mencari pengganti paket promotor dengan yang lain,” urai Winda.
Pesan moralnya adalah, jangan pernah puas dengan apa yang didapat. Usahakan narasumber yang komplet, bagaimanapun cara mendapatkannya.