Retno Marsudi, menteri luar negeri pertama perempuan Indonesia, menjadi inspirasi negeri ini.
Hari pertama Idul Fitri, berkesempatan bersilaturahmi ke beberapa figur publik, antara lain Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo, Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa, Ketua DPR Setyo Novanto, Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu dan Menteri Luar Negeri Retno Marsudi. Nama terakhir meninggalkan kesan istimewa.
Salah satu bagian tembok rumah dinas Retno Lestari Priansari Marsudi di komplek menteri Widya Chandra dihiasi beberapa pigura berisi kliping pemberitaan tentangnya dari media internasional. Termasuk julukan ‘Wanita Besi’ yang disematkan sebuah media Belanda terkait sikap kerasnya.
‘Geef ons een eerlijke kans’ demikian judul sebuah media besar negeri kincir angin yang memprofilkan Retno sehalaman penuh. “Beri kami kesempatan yang adil,” begitu kira-kira maknanya, terkait masa awal kedatangannya sebagai duta besar perempuan pertama di Belanda. Ia berharap, sebagai dubes perempuan pertama, tidak di-under estimate serta justru mendapat penerimaan atau respek khusus, baik secara personal, maupun dalam konteks bangsa Indonesia.
Menjalani hidup sebagai diplomat karir, lulusan Ilmu Hubungan Internasional UGM angkatan 1981 ini setia menapaki dunia diplomasi dan kini menjadi Duta Besar pernah menduduki beberapa posisi penting. Perempuan kelahiran Semarang, 52 tahun lalu ini, pernah menjabat Direktur Kerjasama Intra Kawasan Amerika-Eropa (2001-2003), Direktur Eropa Barat (2003-2005), serta puncak jabatan eselon sebagai Direktur Jenderal Amerika dan Eropa (2008-2012).
Gemar bersepeda
Sebagai duta besar, Retno yang meraih gelar S-2 di Haagsche Hooge School Jurusan Hukum EU, Den Haag menjadi duta besar untuk Kerjaaan Norwegia dan Republik Islandia 2005-2008 serta Dubes Belanda (2012-2014). Istri dari arsitek Agus Marsudi itu juga pernah mendapat penghargaan Bintang Jasa “Grand Officer” dari Raja Norwegia. Dia adalah orang Indonesia pertama meraih kehormatan tinggi itu.
Selain jago diplomasi, ibu dari Dyota Marsudi dan Bagas Marsudi itu dikenal andal naik gunung serta bersepeda. Apalagi saat ia bertugas di Belanda, yang dikenal sebagai surganya pesepeda. “Belanda adalah tempat terbaik untuk bersepeda. Jalan di sana sangat mulus dan areanya bersahabat bagi para pengendara sepeda. Mereka punya jalan dan lampu lalu lintas sendiri. Parkir sepeda pun tak bayar,” ujar Retno sebagaimana dikutip Viva.
Hobinya itu kian ditekuni jika akhir pekan tiba. Dia bahkan pernah naik sepeda dari Rotterdam ke Wassenaar, tempat tinggalnya selama empat jam. Padahal, jaraknya mencapai 40 kilometer. “Saya berhenti minum kopi di Delft, lalu jalan lagi,” kata Retno. “Sepeda saya second hand (bekas) gazelle. Waktu saya beli harganya 300 Euro (Rp 4,3 juta),” kata Retno mengenai sepeda yang biasa dipakainya.
Menteri luar negeri ke-18 ini sebenarnya ingin bersepeda dari kediaman dinas di Widya Chandra menuju ke kantornya di Pejambon, Jakarta Pusat. “Tapi, mungkin berangkatnya harus pagi-pagi ya. Karena kalau tidak akan terpapar polusi kendaraan bermotor,” kata Retno.
Saat menjadi anggota Tim Pencari Fakta (TPF) Kasus Munir, Retno Marsudi merupakan tokoh sentral di balik berhasilnya negosiasi antara Indonesia dengan pemerintah Belanda dalam menangani kasus pembunuhan aktivis Hak Asasi Manusia itu 2004.
Setelah Marty Natalegawa, Kementerian Luar Negeri terus melahirkan sosok yang menginspirasi banyak orang…