Topik yang ditawarkan cukup variatif: dari Tragedi Udin, pilkada serentak, kemacetan Jakarta sampai nasib pesepakbola Indonesia.
Nama stasiun televisi dan program beritanya keren: Berita Masa Kini dari Masa Kini TV. Mungkin karena personel kelompok ini –Reza, Ryan Giovani, Vania Setiono, Angelia, Wilton Antonius, Catherine Keke, dan Febryanto- sebagaimana banyak anak muda lain terinspirasi atas ‘happening’-nya NET Tv setahun terakhir.
Program ‘Berita Masa Kini’ dibuka degan cuplikan headline. Ini kreativitas menarik, sebagaimana berita di televisi mainstream umumnya, sayang saat teaser headline itu keluar, tak ada suara anchor mengikutinya. Padahal , umumnya, setelah bumper program tampil dan headline muncul, diikuti suara pembawa acara (host/anchor/presenter) yang hadir mempromosikan ‘jualan utama’ berita dengan suara menggelegar.
Topik Festival Media disajikan dengan angle amat spesifik, yakni menguak pembunuhan jurnalis di masa lalu yang tak kunjung selesai di masa kini. Topik soal Udin ini sangat relevan dan berani, sayang kemasannya kurang variatif. Saat wawancara Pito Agustin selaku narasumber, baiknya tak terus digelontorkan shot Vania bersama Pito. Tampilkan insert pendukung di sela wawancara yang cukup panjang itu. Jika pameran foto Udin di Festival Media dinilai kurang memadai –sempat ditampilkan sebagai insert namun amat sebentar-, belanjalah visual lain, misalnya screenshot internet mengenai pemberitaan kasus Udin.
CG (character generator, keterangan tulisan di layar) yang dikeluarkan cukup menunjang, tinggal koreksi pada masalah berbahasa Indonesia. Tulislah CG sebagaimana menulis judul berita, dengan huruf besar ada pada setiap awal kata. Masukan untuk pengambilan gambar dialog, jangan terus memainkan two shots (gambar pewawancara dengan narasumber), sering-seringlah take one shot untuk memberi penekanan atau ruang khusus pada sang narasumber. Jangan ragu juga untuk memintanya lebih fokus menghadap kamera, agar tak muncul ‘gambar wayang’ alias hanya tampak separuh badan dan matanya di depan pemirsa.
SOT narasumber yang terlalu panjang
Tayangan berikutnya dari materi Ujian Akhir Semester mata kuliah Produksi Berita Televisi Universitas Multimedia Nusantara (UMN) ini soal paparan KPU Kota Tangerang Selatan (itu istilah yang benar ya, sekarang sudah tidak lagi disebut sebagai ‘KPUD’). Sayang, waktu yang diberikan kepada Badrusalam selaku humas KPU Tangsel terlalu panjang. Okelah, kadang kita berhasil menemukan narasumber ‘tokoh’ atau orang yang sulit ditemui. Tapi, tetap saja, jangan biasakan terlalu panjang me-roll visual atau SOT (sound of tape, kutipan) narasumber itu. Kecuali dia adalah narasumber yang sangat sangat ‘mahal’ atau sangat sangat eksklusif: suara presiden atau terduga teroris, misalnya.
Jangan terlalu mudah terpesona dengan narasumber, siapapun dia. Kalau mau potong, potong saja. Baik saat wawancara (proses produksi) maupun dalam editing (pasca produksi).
Duet Reza-Keke saat mengambil topik kemacetan Ciledug menghasilkan item live report yang menarik. Sayang, sebenarnya masih bisa ditingkatkan lagi hasil jadinya. Misal, saat seorang sopir angkot mengeluhkan kemacetan akibat pemindahan alat berat, tampilkan insert alat berat yang dimaksud di sela-sela pernyataan Ali. Minimnya CG juga menjadi kendala di live kemacetan ini, padahal kalau toh tak ada pelaksana proyek yang diwawancara, bisa dengan mudah browsing untuk mendapat data berapa panjang jalan ini, kapan selesai, berapa biayanya, sehingga data-data itu bisa ditampilkan di CG. Cara lain mencari data pembangunan proyek itu, temui papan pengumuman pelaksanaan proyek yang ada di beberapa lokasi pembangunan.
Di sesi dialog, Ryan Giovani membawakan dengan apik mengenai nasib pesepakbola Indonesia pasca pembekuan PSSI. Termasuk dengan riset berita internet mengenai kiper Galih Sudaryono yang kini menjadi tukang ‘odong-odong’. Bayu Guntoro, pemain Persita yang dihadirkan sebagai tamu mampu mewakili kondisi persepakbolaan negeri ini. Sayang sekali, meski sudah beberapa kali dibahas, ternyata tak ada footage penunjang aktivitas Bayu, misalnya main tarkam, sekedar memainkan bola atau jualan jersey di Pasar Lama Tangerang. Mana gambarnya????
Juga saat Bayu bicara mengenai kurang maksmalnya manfaat Piala Kemerdekaan, Piala Presiden, dan Piala Sudirman, tampilkan saja visual pertandingan dari salah satu turnaen itu sebagai insert di sela dialog disertai CG, misalnya: ‘Ingin Kompetisi, Pemain Beranggapan Turnamen Tak Efektif’.
Untuk feature, pilihan kafe tematik bertema rumah sakit member nuansa tersendiri. Sayang, lagi-lagi kurang CG penunjang, yang seharusnya bisa menuliskan: ‘Hospitalis Resto Ada di Kawasan Kebayoran Baru’, ‘Konsep Rumah Sakit Dipilih Karena Unik’, ‘Semua Peralatan Dibuat Khusus’, ‘Ada Menu Berbentuk Organ Tubuh Manusia’, ‘Minuan Disajikan dalam Gelas Kimia’, ‘Staf Restoran Tampil ala Dokter dan Perawat’ dan lain-lain.
Liputan soft kafe rumah sakit ini asyik, banyak ‘beauty shots’ ditampilkan. Hanya dari sisi narasumber, seharusnya tak hanya wawancara pemilik kafe, tapi cari juga pengunjung restoran. Itu untuk capaian minimalis. Capaian lebih baik, akan lebih komplet jika ada SOT dari pengamat kuliner atau gaya hidup.
Anyway, thank’s untuk semua kerja keras dan ide-ide brilliannya. Waktu dan latihan lebih sungguh akan membuat karya berikutnya semakin matang.