Grafis Memberi Nilai Tambah pada Paket

Liputan Gerhana Matahari Total ini dilengkapi grafis. Meski singkat dan sederhana, tapi memberi added value tersendiri.

http://www.youtube.com/watch?v=l14IYnQH0Ko

Riset adalah kunci awal lahirnya proses jurnalistik yang berkelas. Prinsip ini dilakukan Ristania Tiara, Abidzar Ghifary, Rahma Amelia, Shela, Buko Vinaring, dan Rizka Apriyani saat peliputan Gerhana Matahari Total (GMT) Maret lalu. “Liputan GMT kami mulai dengan meriset banyak hal mengenai fenomena langka yang diramalkan akan terjadi di beberapa daerah di Indonesia ini. Seperti tempat mana sajakah yang akan dilalui oleh GMT tersebut, berapa lama durasi GMT berlangsung, persiapan dan perencanaan yang dilakukan untuk menyambut fenomena GMT tersebut, dan lain-lain,” papar Ristania.

Dan, jadilah paket liputan berdurasi 3 menit 4 detik ini. ‘Belanjaan’ mereka cukup lengkap, menggambarkan suasana di Planetarium dari menit ke menit. Narasumbernya pun beragam, ada pengunjung, ada pula bagian tata-usaha Planetarium Jakarta, merepresentasi penanggung jawab acara ini. Kalau pun ada kekurangannya, ada pada peralihan gambar yang kurang smooth, serta CG yang seharusnya bisa lebih konsisten tampil di layar.

Tim liputan lengkap di depan TIM. Perencanaan kuat menghasilkan karya yang ekselen.
Tim liputan lengkap di depan TIM. Perencanaan kuat menghasilkan karya yang ekselen.

Hasil riset mereka wujudkan dalam grafis sekitar 15 detik menggambarkan sebelas provinsi yang dilewati GMT. Ada kesalahan dalam proses teknis saat menampilkan grafis di layar. Tapi, bagaimanapun, usaha lebih ini patut dihargai. Nilai tambah lain yakni pengambilan gambar dengan angle-angle menawan, misalnya dari balkon atas Planetarium serta beauty shots teropong serta jajaran pengguna kacamata ultraviolet.

 

Berangkat subuh pun masih terlalu siang

Berangkat sekitar setengah lima pagi dari Gading Serpong, mereka merasa terlalu siang bila dibandingkan kawan-kawan lain yang bahkan pukul tiga pagi pun sudah ada di kawasan Cikini, Jakarta Pusat.

“Beberapa dari kami kesulitan bangun karena kami mempersiapkan liputan ini sampai tengah malam. Beruntung bagi kami karena perjalanan ke arah Planetarium lancar tanpa hambatan,” papar Buko. Hanya saja, ketika sudah memasuki daerah Taman Ismail Marzuki, arus lalu lintas menjadi sedikit merayap karena masyarakat Jakarta maupun luar Jakarta pun berlomba-lomba untuk sampai ke Planetarium sepagi mungkin.

Menjadi narasumber dadakan Sapa Indonesia Kompas TV. Diwawancarai anchor legendaris.
Menjadi narasumber dadakan Sapa Indonesia Kompas TV. Diwawancarai anchor legendaris.

Pengambilan gambar menggunakan lampu LED cukup membantu. Terutama saat mengambil PTC (piece to camera) dari Buko. “Memang, tidak mudah untuk mendapatkan hasil one shot, one kill, sehingga membuat Buko melakukan report secara berulang-ulang,” papar Abi. Tak lupa, mereka juga mengamankan blocking dengan membentuk formasi untuk memblokade pengunjung yang kemungkinan akan lewat dan melintasi area Buko melakukan pengambilan gambar.

Mereka juga teruji saat mendapat hambatan masuk ke atap gedung Planetarium untuk mengambil gambar atas. “Cuma media yang boleh lewat sini, pengunjung tidak” ujar bapak-bapak berpakaian biru dongker penjaga TIM. Beruntung, Abi bisa lolos masuk ke lokasi yang memungkinkan pengambilan gambar lebih cakep. Cerita lain, yakni saat Buko dan Rizka menjadi narasumber dadakan live KompasTV dalam acara Sapa Indonesia dan langsung diwawancarai presenter Bayu Sutiono.

Salut, untuk semua kerja keras tim ini!

Leave a Reply

Your email address will not be published.