Konferensi besar multilateral kerap menghasilkan komunike atau kesepakatan bersama yang isinya relatif normatif. Tantangan berikutnya, bagaimana mengimplementasikan komitmen itu secara membumi di negara masing-masing.

hanSebagai model kerjasama ekonomi informal paska 2008, G-20 menjadi badan koordinasi dari tatanan ekonomi global yang penting. Peranannya mengkoordinasi para anggotanya dan institusi keuangan lain dalam rangka membentuk langkah bersama yang strategis dalam merespon isu politik dan ekonomi global.

Hadir sebagai salah satu pembicara di Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G-20 di Hangzhou, Tiongkok, 4-5 September 2016, Presiden Joko Widodo membawa misi besar.  Presiden Jokowi ingin agar G-20 dapat menggaungkan rencana aksi nyata untuk mengikis kesenjangan antara negara maju, berkembang, dan kurang berkembang di dunia ini, khususnya dalam era yang kini disebut Don Tapscott sebagai Digital Economy.

Presiden Jokowi memiliki ekspektasi agar negara-negara G-20 dapat memberikan asistensi dalam mengembangkan ekonomi digital di negara-negara berkembang. “Saya berharap negara-negara G-20 dapat memberikan asistensi untuk mengurangi kesenjangan digital antara negara maju dan berkembang serta meningkatkan kerja sama dalam pengembangan teknologi antara negara-negara anggota G-20,” kata presiden.

Indonesia, yang pertumbuhan ekonominya lebih tinggi dibanding rata-rata pertumbuhan ekonomi negara G-20, diyakini presiden mampu berperan besar dalam perkembangan ekonomi global. Sebab, pemerintah telah bertekad untuk menjaga perekonomiannya lebih terbuka. “Indonesia berkomitmen untuk menjaga ekonominya terbuka dan kompetitif. Saya juga akan terus mempertahankan ekonomi yang inklusif,” ujar presiden.

Konferensi G-20 kali ini mengangkat tema besar: ‘Toward an Innovative, Invigorated, Interconnected and Inclusive World Economy’ (Menuju Ekonomi Dunia yang Inovatif, Terhubung, dan Inklusif). Sebagai satu-satunya negara anggota ASEAN di G-20, forum ini penting sebagai strategi optimalisasi diplomasi Indonesia. Dengan pemanfaatan kehadirannya di G-20 untuk proses pembangunan nasional dan pemberdayaan peranannya di ASEAN, Indonesia dapat mendorong perdamaian dan stabilitas di kawasan Asia yang akan berkontribusi positif bagi ekonomi global yang berkeadilan.

Ada beberapa fokus Sub-tema G-20 terkait Indonesia, antara lain mengenai pembangunan inklusif yang terkait dengan memasukkan rakyat dalam proses pembangunan nasional dan global. Selain itu, pembangunan sistem keuangan yang lebih baik terkait dengan pemberantasan korupsi dan penanganan isu perpajakan, misalnya peranan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kementerian Keuangan atas kebijakan pajak untuk APBN, serta peningkatan kerjasama perdagangan dan investasi untuk bisa menciptakan tatanan perdagangan yang adil.

Terkait program pembangunan dalam negeri, Indonesia pun dapat memanfaatkan kerjasama G-20 untuk peningkatan pendanaan investasi bagi infrastruktur nasional. Indonesia juga berpeluang memanfaatkan potensi bantuan pembangunan dari negara-negara maju dan berkembang untuk pembangunan sumber daya manusia Indonesia dan implementasi agenda pembangunan berkelanjutan 2030.

Terkait waktu pelaksanaan, ada beberapa hal yang menonjol dalam pelaksanaan Konferensi G-20 kali ini. Beginda Pakpahan, pengajar ilmu Hubungan Internasional Universitas Indonesia, menggarisbawahi, KTT Hangzhou merupakan Konferensi G-20 pertama pasca kebijakan Brexit (British Exit) yakni keluarnya Inggris Raya dari Uni Eropa melalui referendum pada Juni 2016 silam. Brexit menandai fenomena meningkatnya nasionalisme pada saat krisis politik dan ekonomi terjadi di kawasan. Pada kasus Brexit, perasaan tidak termasuk dalam proses pembangunan regional dan global, mmembuat dukungan politik dan sosial terhadap globalisasi tergerus.

KTT G-20 kali ini juga digelar menjelang berlangsungnya pemilihan umum di Amerika Serikat, November mendatang. Bagaimana hasil Pemilu Presiden di AS  menjadi sorotan dunia saat ini, khususnya terkait berkembangnya trend iregularitas dalam hubungan internasional dewasa ini.

Sebelum ini, KTT G-20 di Antalya November 2015 menghasilkan beberapa komunike, antara lain mengimbau pelaksanaan kebijakan ekonomi makro yang mantap melalui kerja sama dalam rangka merealisasi pertumbuhan yang kuat, berkelanjutan dan seimbang. KTT Antalya juga berkomitmen mengambil aksi untuk mencapai target pertumbuhan ekstra 2 persen produk domestik bruto (PDB) seluruh anggota G-20 pada tahun 2018.

Komunike Antalya menekankan, KTT G-20 telah menyusun agenda komprehensif untuk mewujudkan pertumbuhan yang kuat, berkelanjutan dan seimbang. Di bidang investasi, KTT memutuskan untuk meningkatkan partisipasi sektor swasta, memperbaiki iklim investasi, dan memberikan dukungan bagi usaha kecil dan menengah (UKM).

Saat itu, G-20 juga sepakat berupaya menurunkan angka pengangguran pemuda hingga 15 persen pada tahun 2025. Dalam hal porsi kerja wanita yang untuk pertama kalinya dibahas di G-20, para pemimpin bertekad mengurangi kesenjangan tenaga kerja wanita dan pria hingga 25 persen pada 2025.

Selain permasalahan ekonomi, G-20 juga membahas aksi terorisme, keamanan pangan, dan pengadaan energi di negara-negara miskin, terutama di wilayah Sub-Sahara, Afrika. Hal lain yang menjadi perhatian adalah mengatasi perubahan iklim.

Sebagai KTT G-20 ketiga yang diikuti Presiden Jokowi, setelah Konferensi Brisbane 2014 dan Antalya 2015, Konferensi Hangzhou menarik dinanti bukan hanya dari komunike yang dihasilkan. Kesepakatan bersama yang keluar sebagai deklarasi di akhir sebuah konferensi multilateral kerap berisi komitmen-komitmen normatif dan terkesan ‘mengukir awan’. Dengan dukungan tim kerjanya yang solid, Presiden Jokowi akan mengimplementasikan hasil KTT G-20 dalam program-program prioritas pemerintah yang telah disusunnya.

Sebagaimana disampaikan saat menjadi salah seorang pembicara utama Konferensi Hangzhou, Presiden Jokowi menegaskan bahwa pembangunan infrastruktur terbukti meningkatkan pertumbuhan ekonomi.  Presiden juga mengajak negara-negara G-20 untuk bekerja sama dengan Indonesia dalam menyukseskan program pembangunan infrastruktur nasional. “Saat ini Indonesia sedang berfokus pada percepatan pembangunan infrastruktur. Kami juga menyambut kerja sama dalam pembangunan infrastruktur dengan negara-negara G-20 lainnya,” ajak presiden.