JAKARTA- Kedeputian III Kantor Staf Kepresidenan yang membidangi Kajian dan Pengelolaan Isu-isu Ekonomi Strategis menggelar kelompok diskusi terarah membahas tentang revitalisasi Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), Rabu, 14 September 2016.
Diskusi bertopik ‘Mencetak Petani Modern melalui revitalisasi SMK Pertanian’ ini hanya berselang sehari setelah rapat kabinet terbatas mengenai Pendidikan Vokasi. Dalam rapat tersebut, Presiden Joko Widodo menginstruksikan untuk dilakukan reorientasi pendidikan dan pelatihan vokasi ke arah demand driven sehingga kurikulum, materi pembelajaran, praktik kerja, pengujian serta sertifikasi sesuai dengan permintaan dunia usaha dan industri.
Presiden Jokowi juga meminta agar pendidikan dan pelatihan fokus pada pengembangan SMK di sektor-sektor unggulan seperti maritim, pariwisata, pertanian, dan industri kreatif. “Semuanya harus terintegrasi dengan penyelenggaraan pendidikan pelatihan vokasi, mulai dari SMK dan kursus-kursus di BLK,” kata Presiden.
Dengan reorientasi pada pendidikan vokasi, Presiden Jokowi menekankan agar Indonesia mampu menyiapkan sumber daya manusia berkualitas, sehingga kita bisa melakukan lompatan kemajuan dan mengejar ketertinggalan dari negara-negara lain. “Kita harus membalik piramida kualifikasi tenaga kerja yang saat ini mayoritas berpendidikan SD dan SMP menjadi tenaga kerja yang terdidik dan terampil,” papar Presiden.
Diskusi yang dipimpin Tenaga Ahli Kedeputian III Kantor Staf Presiden Unggul Heriqbaldi ini diawali dengan pemaparan situasi makro pertanian kita yang berada dalam kondisi kurang menggembirakan. Dalam sepuluh tahun pada kurun waktu 2003 hingga 2013, jumlah rumah tangga usaha tani Indonesia mengalami penurunan sebanyak lima juta keluarga. “Di sisi lain mayoritas usia petani di atas 45 tahun, dengan 74 persen pendidikan petani kita hanya setingkat SD,” kata Unggul. Padahal, kebutuhan pangan dalam negeri terus melonjak. Nilai impor tanaman pangan dan hortikultura pun terus melonjak dibandingkan ekspor yang dihasilkan.
Sebagai ‘penyedia’ tenaga praktis, SMK di Indonesia memiliki beberapa tantangan. Dari sisi permintaan (demand), diharapkan ada keterlibatan industri secara lebih, baik dalam bentuk teaching factory, praktik kerja, maupun penyerapan lulusan. Terkait minat masyarakat, diharapkan lulusan SMK terpacu untuk studi lanjut, sehingga mendapatkan kelas serta upah yang ‘prestise’ di dunia kerja.
Sementara dari sisi penyedia (supply), SMK seharusnya memiliki kurikulum lengkap, mulai materi umum, teori, soft skill dan kewirasaan, kualifikasi dan jumlah guru serta fasilitas memadai. SMK pun sebaiknya bersistem ‘work-based learning’ dengan banyak berorientasi pada teaching factory serta praktik kerja industry (prakerin).
Unggul menegaskan, revitalisasi SMK Pertanian dapat dijadikan salah satu solusi untuk mencetak petani modern. “Negeri ini membutuhkan banyak petani modern dengan ciri-ciri muda, berpendidikan, terampil, serta memiliki akses terhadap teknologi maju agar menghasilkan produk pertanian berkualitas yang dapat mencukupi kebutuhan pangan nasional,” katanya.
FX Harimurti, salah seorang peserta diskusi, memaparkan salah satu kendala yang dihadapinya yakni lemahnya mentalitas perantau dari para lulusan SMK. “Asalkan mereka tidak terlalu pilih-pilih, sebenarnya tak sulit mencarikan pekerjaan bagi para lulusan SMK,” kata guru SMK Negeri 2 Slawi yang melanglang ke Kalimantan Barat, Papua, dan beberapa perusahaan di mancanegara untuk ‘menyalurkan’ para lulusannya. “Tapi, karena mereka tak biasa melihat daerah lain, begitu tiba di Kalimantan atau Papua, langsung memilih pulang ke Jawa,” paparnya. Sebagai catatan, setiap tahun, lulusan SMKN 2 Slawi mengirim sedikitnya 50 orang untuk bekerja ke Jepang, Thailand, dan Malaysia.
Ecep Jalaluddin, Kepala SMK Negeri 1 Mundu meminta agar ‘pasar’ industry benar-benar digarap serius. “Pemerintah harus memberi apresiasi khusus pada industri yang mau menerima anak-anak lulusan SMK bekerja di sana,” ungkapnya. SMK Negeri di Kabupaten Cirebon Daya ini memiliki daya serap tenaga kerja 100 persen dengan konsentrasi jurusan pada Nautika Kapal Penangkap Ikan (NKPI), Teknik Kapal Perikanan (TKP) dan Pengolahan Budidaya Perikanan (PBP).
Fokus lain dari diskusi ini yakni pentingnya perhatian pada sektor unggulan tertentu. SMK Negeri 1 Pandak Bantul selama ini mengkhususkan diri pada jurusan-jurusan pertanian yakni Agribisnis Produksi Tanaman, Agribisnis Hasil Pertanian, dan Agribisnus Produksi Ternak. “Baru kemudian ada program studi lain, yakni Tata Busana,” kata Kepala SMKN 1 Pandak, Bambang Susila. Adapun SMKN 1 Karimun Jawa Jepara yang dikepalai Sigit Aji Riyanto mengembangkan budidaya rumput laut.
Strategi utama revitalisasi SMK antara lain membangun relevansi lulusan dengan pasar tenaga kerja. “Kita harus mendesain kurikulum dengan model work based learning, dengan investasi berbasis public-private partnership dalam membuat teaching factory,” kata Unggul. Selain itu perlu ada penjaminan mutu, yakni standarisasi proses pembelajaran dan sertifikasi keahlian berbasis industri. Tak kalah penting yakni bagaimana membangun daya tarik bagi para lulusan SMK. “Misalnya, penyediaan lahan untuk digarap oleh lulusan SMK pertanian,” paparnya.
Sebagaimana ditayangkan di http://ksp.go.id/undang-guru-pendidikan-vokasi-bahas-revitalisasi-smk/