Simaklah tayangan video berikut ini:

Iklan layanan masyarakat (Public Service Announcement/PSA) itu dikemas dalam bentuk TVC atau iklan televisi berdurasi tak sampai semenit. Dikisahkan, sepasang remaja berseragam Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) bersiap menuju helikopter. Mereka berpasangan mengemudikan transportasi udara yang lekat dengan persepsi kecepatan itu dan terbang membubung ke angkasa. Sekejap kemudian, muncul tagline: ‘SMK Bisa! Siap Kerja, Cerdas, dan Berkompetisi!’.

Keputusan Presiden Joko Widodo menggelar rapat terbatas khusus membahas pendidikan dan pelatihan vokasi, 13 September 2016, tentunya bukan tanpa alasan. Saat itu, Presiden Jokowi mengingatkan, pada era persaingan saat ini, Indonesia sesungguhnya memiliki kekuatan yang cukup besar yaitu 60 persen dari penduduk Indonesia adalah anak muda. “Ini kekuatan, kalau kita bisa mengelola, kalau kita bisa memanfaatkan potensi kekuatan ini,” kata Presiden Jokowi.

Presiden menegaskan, kita betul-betul harus fokus menyiapkan sumber daya manusia Indonesia yang berkualitas, sehingga Indonesia bisa melakukan lompatan kemajuan, mengejar ketertinggalan dengan negara-negara yang lain. “Kita harus mampu membalik piramida kualifikasi tenaga kerja yang saat ini mayoritas masih berpendidikan SD dan SMP, menjadi tenaga kerja yang terdidik dan terampil,” ucap Presiden.

Berdasarkan analisis terhadap kebutuhan lulusan bidang keahlian SMK, bidang perikanan dan kelautan saat ini kurang sekitar 3,3 juta tenaga kerja. Sementara itu, bidang pariwisata kekurangan 600.000 orang dan pertanian kurang sekitar 300.000 tenaga kerja.

Relevansi pendidikan vokasi dan industri harus diperkuat agar lulusan vokasi, terutama dari jenjang SMK, dapat terserap dunia kerja. Bagi industri, tersedianya lulusan vokasi yang berkecakapan standar menguntungkan mereka dalam penyediaan tenaga kerja.

Yang dimaksud lembaga pendidikan vokasi yakni SMK, politeknik, serta lembaga pendidikan vokasi milik Kementerian dan Lembaga (K/L). Sementara yang dimaknai sebagai lembaga pelatihan vokasi yakni BLK, LPK Swasta, Training Center Industri, serta lembaga pelatihan vokasi milik K/L.

Yang terjadi saat ini cukup ironis. Lulusan pendidikan vokasi yang seharusnya langsung mengirimkan lulusannya ke berbagai dunia usaha/marketplace ternyata justru menyumbang angka pengangguran cukup tinggi dibandingkan jenis pendidikan lain. Padahal, di sisi lain, dalam kurun waktu sepuluh tahun antara 2003 hingga 2013, jumlah rumah tangga usaha tani Indonesia mengalami penurunan sebanyak kurang lebih lima juta keluarga. Mayoritas usia petani di atas 45 tahun, dengan 74 persen pendidikan petani kita hanya setingkat SD. Sebuah kenyataan yang paradoks, karena sejatinya banyak SMK di Indonesia menawarkan jurusan yang amat spesifik mengenai pertanian, misalnya: Agribisnis Produksi Tanaman, Agribisnis Hasil Pertanian, dan Agribisnis Produksi Ternak.

smkPada kenyataannya, stigma bahwa sektor pertanian adalah low prestige, low reward, dan kotor membuat para siswa enggan masuk dalam industri tersebut. Di sisi lain, anggapan sebagian besar masyarakat bahwa masuk pendidikan vokasi seolah pendidikan kelas dua harus terus dikikis. Dalam hal inilah, penting adanya ‘kampanye nasional’ mengenai pendidikan vokasi untuk menarik masyarakat. Di antara berbagai bentuk kegiatan kampanye, seperti peluncuran slogan dan bernagai jenis iklan, fakta adanya penjaminan pekerjaan bagi lulusan SMK merupakan ‘kampanye’ yang terbukti paling efektif.

Untuk lembaga pelatihan vokasi semacam Balai Latihan Kerja (BLK) yang tersebar di tiap provinsi, Kementerian Tenaga Kerja saat ini giat melakukan 3R, yaitu Reorientasi, Revitalisasi, & Rebranding Lembaga Pelatihan Vokasi. Reorientasi BLK terkait sektor prioritas di BLK harus ada sektor prioritas termasuk profesi. Profesi dan sektor akan dihitung berdasarkan pemetaan persaingan pertimbangan proyek pemerintah yang ada. Sementara itu, revitalisasi BLK dilakukan untuk meningkatkan mutu agar lulusan BLK bisa memenuhi kebutuhan industri terutama peningkatan infrastruktur sarana dan prasarana. Adapun rebranding BLK dikemas dalam rangka meningkatkan kepercayaan masyarakat kepada BLK.

Dari Kementerian Perindustrian, keluarnya Peraturan Pemerintah No. 41/2015 tentang Pembangunan Sumber Daya Industri yang memberi perhatian lebih terhadap pendidikan vokasi menegaskan langkah yang diambil. Pasal 3 PP itu menyebutkan bahwa, “Pembangunan Industri Nasional harus didukung dengan tenaga kerja industri, yakni tenaga teknis dan tenaga manajerial.” Dijelaskan di sana, pembangunan tenaga teknis dapat dilakukan melalui kegiatan pendidikan vokasi industri berbasis kompetensi, pelatihan industri berbasis kompetensi, dan pemagangan industri.

Pendidikan vokasi industri berbasis kompetensi meliputi pendidikan menengah kejuruan, program diploma satu sampai empat, program magister terapan hingga program terapan. Di sini sebenarnya sudah terlihat kesesuaian peta jalan antara pihak penyedia (Supply) yakni Kementerian Pendidikan serta Kementerian Tenaga Kerja dan pihak yang membutuhkan (demand) yaitu industri di bawah Kementerian Perindustrian.

Saatnya, hasil rapat terbatas Kabinet Kerja terwujudnyatakan melalui kebijakan strategis di tingkat masyarakat berupa sinergi antara kementerian, sehingga ketimpangan antara kekurangan tenaga kerja dan ketersediaan pemasoknya (yang seseungguhnya sudah ada dan nyata tersedia) bisa dipertemukan.

Jika itu terjadi, maka setiap lulusan SMK benar-benar langsung tinggal landas, bak pilot helikopter yang membumbung ke angkasa lapangan kerja, membanggakan slogan siap kerja, cerdas dan berkompetisi.